Lebihkan Pembelian COO, Putri Dituntut 20 Bulan Penjara

Lebihkan Pembelian COO, Putri Dituntut 20 Bulan Penjara

Surabaya, Memorandum.co.id - Jaksa Penuntut Umum (JPU) Damang Anubowo dari Kejari Surabaya, menuntut terdakwa Putri Fitria Amalia, setelah dinyatakan bersalah telah melakukan tindak pidana penggelapan dalam jabatan di PT Pustaka Lintas Samudra (PLS).

"Memohon kepada majelis hakim yang memeriksa dan mengadili perkara ini, menjatuhkan pidana kepada terdakwa Putri Fitria Amalia selama satu tahun dan delapan bulan penjara, dipotong selama terdakwa dalam tahanan," ucap Damang di ruang Sari, Pengadilan Negeri Surabaya, Selasa (9/2).

Dalam surat tuntutannya, Damang menyatakan Putri melanggar sebagaimana dalam surat dakwaan JPU, pada dakwaan pertama. "Terdakwa Putri Fitria Amalia dinyatakan telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam pasal 374 KUHP jo pasal 64 ayat (1) KUHP," katanya.

Hal yang memberatkan, Damang menyatakan terdakwa Putri telah mengakibatkan PT (PLS) mengalami kerugian sebesar lebih kurang Rp. 200 juta. "Hal yang meringankan, terdakwa berlaku sopan selama persidangan. Tidak pernah dihukum dan mengakui perbuatannya," jelasnya.

Atas tuntutan ini, Dimas Aulia, penasihat hukum terdakwa, berencana akan mengajukan pembelaan pada persidangan pekan depan." Kami akan mengajukan pembelaan Yang Mulia," ujar Dimas.

Untuk diketahui, kasus ini bermula saat terdakwa untuk mengurus dokumen Certificate of Origin (COO) di Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Jatim. Dokumen tersebut diperlukan untuk persyaratan ekspor barang. Sebagian barang yang diekspor membutuhkan COO dan sebagian lain tidak.

Jika barang ekspor butuh dokumen tersebut, perusahaan eksportir itu membeli formulir COO di Disperindag. Putri yang menjadi staf admin ekspor untuk mengurusnya. Jaksa penuntut umum Damang Anubowo dalam dakwaannya menyatakan, mekanisme pembelian formulir COO itu ketika ada permintaan order ekspor dari customer.

Apabila butuh formulir tersebut, perusahaan membelinya dengan memasukkan nomor order customer dan nominalnya melalui bon sementara. Setelah itu disetujui lalu dicetak di kasir. Pembayarannya secara transfer dan buktinya dimasukkan ke website Disperindag.

Namun, tidak semua bon sementara yang diajukan terdakwa untuk mengurus dokumen itu dibelikan formulir COO. "Ada order yang tidak membutuhkan COO tetapi terdakwa meminta bon sementara juga. Terdakwa merubah data bukti pembelian dan penerimaan negara seolah-olah membutuhkan COO," ujar jaksa Damang pada persidangan sebelumnya.

Terdakwa mengajukan order bon sementara ke kasir untuk membeli 9.129 formulir COO mulai Januari 2018 hingga Desember 2019. Nilainya Rp 228,2 juta. Faktanya pada periode tersebut hanya butuh 1.033 formulir. "Terjadi selisih 8.096 formulir senilai Rp 202,4 juta," katanya.

Lastri, supervisor dokumen PT PLS yang menjadi atasan Putri menyatakan bahwa anak buahnya tersebut tidak melaporkan semua pembelian formulir COO itu kepadanya. Semestinya, jika terjadi selisih, terdakwa Putri mengembalikan kelebihannya kepada kasir. Namun, Putri tidak melakukannya.

"Ternyata setelah diaudit ada pembengkakan," ujar Lastri saat memberikan keterangan sebagai saksi dalam sidang di Pengadilan Negeri Surabaya kemarin (12/1). (mg5/udi)

Sumber: