Perwali 33 Jadi Mainan Aparat , Para Beking Ambil Keuntungan

Perwali 33 Jadi Mainan Aparat , Para Beking Ambil Keuntungan

Surabaya, memorandum.co.id - Dalam penegakan Peraturan Wali Kota (Perwali) Surabaya Nomor 33 Tahun 2020 tentang Pedoman Normal Baru selama ini terkesan tebang pilih dan kurang maksimal. Bahkan ada dugaan perwali yang salah satunya mengatur larangan beroperasionalnya tempat hiburan, menjadi celah digunakan sebagai ladang pungutan liar (pungli). Sebab tidak menutup kemungkinan pengusaha tempat hiburan memilih tiktokan dengan oknum aparat dengan harapan tempat usahanya tersebut bisa tetap buka di tengah pandemi. Sedangkan untuk menunjukkan bila perwali tersebut tidak mandul, ada tempat yang dijadikan tumbal dengan dilakukan penyegelan. Ditambah lagi dengan adanya kepentingan seperti oknum wartawan ataupun dewan yang memanfaatkan perwali ini untuk meraup keuntungan. Salah satu yang merasa menjadi tumbal dalam perwali ini yakni Santoso, pemilik Resto “Santoso”. Di mana sejak dua bulan lalu tempat usahanya di Jalan Kenjeran ini disegel Satpol PP Kota Surabaya dengan pelanggaran Perwali 33. “Tidak ada peringatan silang satu, tiba-tiba resto saya disegel, dan amplifier disita, karyawan saya semua dibawa untuk di-swab. Padahal waktu itu pengunjungnya hanya tiga meja, tidak berdesakan, dan protokol kesehatan kami berlakukan. Selain itu, izin resto saya juga lengkap,” ujar Santoso. Ketika disegel, berbagai upaya coba dilakukan Santoso untuk bisa membuka usahanya tersebut, namun hasilnya nihil. Di tengah upaya tersebut banyak yang menawarkan bisa membuka kembali, bahkan sampai ada yang mengaku sebagai anggota dewan. “Yang menghubungi saya ada yang mengaku wartawan, ada juga yang mengaku anggota dewan, katanya bisa membantu. Saya sendiri juga bingung sebab tempat usaha saya kecil, hingga sampai menjadi perhatian anggota dewan. Bahkan yang mengaku anggota dewan itu mengirimkan bukti transfer untuk meredam wartawan, padahal saya tidak kenal,” ungkap Santoso. Ketika disegel, masih menurut Santoso, ada saran juga untuk menghubungi seorang wartawan, katanya bisa membuka usahanya lagi. “Saya juga berfikir apakah wartawan yang dimaksud tersebut wali kota, sehingga bisa membuka usaha yang disegel. Saya hanya ingin keadilan saja dalam penegakan perwali. Kalau punya saya ditutup, mengapa yang lainnya masih bisa buka,” tanya Santoso. Sehingga Santoso mempertanyakan ada apa dengan tempat-tempat hiburan lainnya yang masih leluasa buka. Ketika disinggung adakah kemungkinan mereka memberikan upeti kepada petugas, Santoso enggan berkomentar banyak. “Punya saya langsung disegel, ada tempat yang hanya disilang satu, ada yang tanpa peringatan sehingga bisa buka seperti biasa. Saya rasa petugas yang berwenang yang tahu jawabannya,” pungkas Santoso. Sementara itu Ketua Badan Buruh dan Pekerja Pemuda Pancasila (KBBPPP) Surabaya Nurdin Longgari, angkat bicara terkait dugaan tebang pilih penutupan Rumah Hiburan Umum (RHU) di beberapa tempat di Surabaya. Menurutnya, pihak kepolisian dan dan penegak peraturan daerah (perda) dalam melaksanakan Perwali nomor 33 Tahun 2020 tidak bertindak adil dalam penerapannya. "Jangan tebang pilih kalau memang mau melaksanakan perda harus adil,” ujar pria yang akrab di panggil Daeng tersebut, Rabu (25/11). Nurdin mencontohkan, di dalam mal beberapa kawasan Surabaya, kafe-kafe besar masih terlihat dibuka dan tidak pernah didatangi. Ia menduga, RHU besar tersebut seperti dilindungi. "RHU besar di dalam mal sepertinya dilindungi. Sedangkan RHU yang kecil seperti dikejar-kejar. Kalau mau ditutup, ya ditutup semua. Masa covid ini milih-milih, oh itu kafe besar orang kaya-kaya, covid ngga masuk. Sementara, oh itu kafe kecil, covid pasti masuk," singgung Nurdin. Kalau mau menegakkan perda, masih kata Nurdin, semua kafe di Surabaya harus didatangi, tanpa terkecuali. "Kalau mau menegakkan ya harus benar-benar ditegakkan. Jangan pilih-pilih," katanya. Nurdin juga menyarankan, agar Dinas Pariwisata Pemkot Surabaya dapat memberikan solusi bukan hanya bisa mencabut izin usaha RHU. Karena imbas dari penutupan RHU serta mencabut izinnya banyak sekali penggangguran. "Harusnya dinas pariwisata itu memanggil pengusaha RHU yang melanggar. Berikan solusi, berikan masukan. Jangan asal main cabut izin-izin. Ngurus izin itu susah dan mahal. Lain lagi jika pengusaha itu membangkang, dipanggil gak datang. Ya tidak apa-apa, cabut saja izinnya," jelasnya. Lebih lanjut, Nurdin mengingatkan agar perwali tersebut tidak dimanfaatkan oleh oknum-oknum yang ingin mengeruk keuntungan pribadi dalam masa pandemi ini. "Jangan sampai dimanfaatkan sama segelintir oknum untuk kepentingan dan keuntungan pribadi dan berdalih menegakkan perwali,” tegasnya. Nurdin berharap, Tri Rismaharini, Walikota Surabaya, dapat melakukan peninjauan kembali terhadap Perwali 33 Nomor 2020. "Mohon kepada bu Risma, untuk meninjau kembali Perwali 33, baik dalam bentuk revisi atau rekomendasi," tandasnya.(tyo/mg5/nov)

Sumber: