Biarlah Guru Jewer Kuping

Biarlah Guru Jewer Kuping

Saya termasuk yang mengizinkan. Alasannya sederhana, jewer kuping itu baik. Buktinya, jika senam ada gerakan menjewer kuping sambil putar. ‘’Telinga adalah bagian organ yang syaraf-syarafnya jarang tersentuh,’’ kata Dahlan Iskan penggagas Senam DI di Graha Pena tiap pagi. ‘’Karena itu, biarkan jika guru menjewer telinga. Itu baik-baik saja,’’ kata Abah DI, panggilan komunitas senam kepada Menteri BUMN 2011-2014 ini. Begitu melihat manfaatnya menjewer, maka kini saat berwudlu saya melakukannya lebih lama. Sambil memijit-mijit dan menjewer-jewer. Sayangnya, orang tua sekarang, sedikit-sedikit melaporkan. Anaknya dicubit lapor polisi. Anaknya dijewer lapor polisi. Contohnya Muhammad Samhudi, guru SMP Raden Patah Sidoarjo dilaporkan polisi karena mencubit muridnya. Oleh Jaksa, ia dituntut 6 bulan karena dianggap melanggar pasal 80 ayat 1 UU Perlindungan Anak. Mengapa maksud baik Samhudi yang menghukum muridnya karena tidak salat Dhuha dan malah mengganggu temannya dilaporkan? Mengapa orang tuanya kok malah tidak berterima kasih karena di situlah anaknya dididik moralnya. Diajari budi pekerti. Sopan santun. Ada juga orang tua yang kelewatan. Seorang guru di Wajo Sulsel dilaporkan polisi gara-gara mencubit muridnya yang main HP terus menerus saat pelajaran berlangsung. Untungnya, pengaduan itu dicabut lantara diprotes keras oleh ormas setempat. Nasib yang lebih buruk menimpa Bu Guru Nurmayani Salam, guru SMPN 1 Bantaeng, Sulsel. Gara-gara mencubit muridnya yang kejar-kejaran saat yang lain sedang salat Dhuha dilaporkan polisi. Kali ini dukungan masyarakat dan guru-guru tak mempan. Maya tetap dihukum. Dampaknya buruk sekali. Kini, guru sangat hati-hati. Tak berani menghukum fisik lagi. Akibatnya, berdampak pada budi pekerti anak. Tak hanya, sedikit-sedikit lapor orang tuanya. Ada yang berani melawan gurunya. Di Sampang, bahkan ada yang berani memukul guru hingga berakibat fatal, gurunya meninggal dunia. Masih ingat almarhum Guru Seni SMAN 1 Torjun Sampang, Ahmad Budi Cahyono. Saat dia mengajar melukis, ada seorang murid, MH, yang mengganggu teman-temannya, mencoret-coret lukisan temannya. Ditegur sekali, dua kali, tak diperhatikan, Pak Guru mendatangi MH lalu mencoret pipinya dengan kuas cat. Di luar dugaan MH melawan. Di memukuli kepala sang guru. Tahu begitu, guru-guru berdatangan dan membawa keduanya ke kepala sekolah. Ahmad pulang. Sampai di rumah, leher dan kepala terasa sakit. Dibawa ke RS, lalu dirujuk ke Dr Soetomo. Meninggal di sana. Biarkan guru menghukum. Kita dulu juga sering mengalaminya: dicubit, dijewer, dijemur, disuruh lari. Baik oleh orang tua maupun guru. Dan baik-baik saja hingga kini. Malah, merasakan manfaatnya. Tahu budi pekerti. Itu sesungguhnya bukan hukuman. Itu adalah bagian dari pendidikan. Merevolusi mental, merevolusi akhlak. Selamat hari guru. Sungguh mulia profesimu. Teruslah mendidik! Terima kasih. Ali Murtadlo, Kabar Gembira Indonesia (KGI)

Sumber: