Persahabatan Abadi Dua Bidadari di Garis Fatamorgana (5)

Persahabatan Abadi Dua Bidadari di Garis Fatamorgana (5)

Ditinggal Pindah Rumah tanpa Kabar, Pak RT pun Ditilap

Hantin kehilangan sahabat, Tavif. Itu terjadi setelah mereka membicarakan suami bersama. Pernikahan two in one. “Apakah Tavif tidak setuju. Kecewa. Lalu pergi meninggalkan aku?” Pertanyaan ini bergaung di batin Hantin. HP Tavif tidak bisa dihubungi. Melalui WA, SMS, maupun sambungan telepon atau yang lain. “Sepertinya HP-nya tidak pernah aktif. WA-nya centang satu,” kata Hantin. Gadis lesung pipit ini pernah mencari sahabatnya tadi ke rumah, namun yang dicari tidak ada. Bukan hanya Tavif, seluruh keluarganya tidak ada. Ayah dan ibunya pula. Rumah mereka kosong. Suwung. Para tetangga tidak ada yang tahu ke mana atau di mana mereka. Demikian pula Pak RT. “Tidak ada yang berpamitan kalau mau pindah. Tiba-tiba saja rumahnya sudah kosong,” kata Pak RT yang tinggal di depan rumah Tavif. Kata Hantin, Tavif pernah bercerita bahwa kakek-nenek dari pihak ibunya tinggal di Gresik, tapi tidak jelas di mana tepatnya. Kalau kakek-neneknya dari jalur ayah tinggal jauh di luar Jawa. Tepatnya Kabupaten Maros, Makassar. “Aku putus asa. Sejarah dengan Tavif seperti dipaksa putus. Mak-grek. Perlahan aku coba merelakannya,” tutur Hantin, yang mengaku sampai sekarang belum bisa mengaitkan hatinya kepada cowok. Siapa pun. Sahabat cewek seperti Tavif juga tidak lagi pernah ditemui. Hantin minta izin mengirimkan foto bersama Tavif. Beberapa saat kemudian… thing… kiriman masuk. Memorandum buka. Masya Allah… Memorandum serasa melihat dua bidadari turun dari surga. Kecantikan mereka benar-bendar mendekati sempurna. Di level 99,99 dari standar 0-100. Tidak hanya cantik wajahnya, melainkan juga seksi bentuk tubuhnya, putih dan mulus kulitnya. Dan satu lagi yang membuat Memorandum ingin men­-zoom foto tersebut: pandangan mata mereka. Memoranum merasakan ada yang janggal. Tapi, apa ya? Penasaran, Memorandum me-menthelengi foto tadi. Cukup lama. Mencoba membaca bahasa tubuh mereka. Gesture mereka. Lebih dari setengah jam. “Ini diambil enam bulan yang lalu. Saat Tavif ulang tahun,” kata Yeti. Memorandum terus memperhatikan foto itu. Sampai akhirnya melihat cara mereka berpelukan. Hantin terkesan tidak ingin melepaskan rangkulan di pundak Tavif, sementara Tavif justru terkesan ingin lepas dari pelukan. “Bisakah foto kami dipasang di kisah kami nanti?” tanya Hantin. “Maaf. Demi menjaga perasaan pihak-pihak lain, mungkin Mbak Tavif dan keluarganya, kami tidak bisa memenuhi keinginan Mbak Hantin. Namanya pun kami samarkan. Kalau jalan ceritanya dijamin 100 persen orisinal tanpa ditambahi dan dikurangi. Oh ya, kami juga terbit online. Jadi, siapa pun dan di mana pun bisa membaca kisah kalian.” Lebih dari seminggu kemudian Hantin tidak menghubungi Memorandum. Putus hubungan. Memorandum lantas mencoba menghubungi dia. Ternyata HP-nya tidak aktif. WA yang Memorndum kirim juga tidak segera direspons. Baru beberapa hari kemudian ada pesan WA masuk. “Hubungi Hantin saat ini juga. Penting,” begitu isinya. Buru-buru Memorandum menghubungi Hantin. “Om Jos?” tanya Hantin nerocos sebelum Memorandum mengucap salam. “Ya. Saya.” “Jangkrik, Om.” “Om jangkrik?” “Maaf. Bukan Om. Tavif.” (bersambung)     Penulis : Yuli Setyo Budi Pembaca yang punya kisah menarik dan ingin berbagi pengalaman, silakan menghubungi nomor telepon / WA 0821 3124 22 88 . Bisa secara lisan maupun tulisan. Kisah juga bisa dikirim melalui email [email protected]. Terima kasih      

Sumber: