Recovery Ekonomi PascaCovid, Kemendag Dorong Importir Berkualitas

Recovery Ekonomi PascaCovid, Kemendag Dorong Importir Berkualitas

Surabaya, memorandum.co.id - Masih adanya importir yang memanfaatkan celah aturan untuk kepentingan bisnisnya membuat Kementerian Perdagangan (Kemendag) memperketat pengawasan. Di antarnya ditegakkannya Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No 51 Tahun 2020 tentang Pemeriksaan dan Pengawasan Tata Niaga Impor Setelah Melalui Kawasan Pabean. Upaya ini diharapkan memunculkan importir berkualitas di Indonesia. Covid-19 mengakibatkan turunnya transaksi banyak pelaku usaha di Indonesia, oleh karena itu pemerintah menyiapkan peraturan untuk menyetabilkan pengawasan postborder atau setelah melalui kawasan pabean. Dirjen Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga Kementerian Perdagangan, Veri Anggrijono mengatakan, Permendag No 51 Tahun 2020 memunculkan importir berkualitas di Indonesia. Permendag tersebut merupakan pembaruan Permendag Nomor 28 Tahun 2018 tentang Pelaksanaan Pemeriksaan Tata Niaga Impor Di Luar Kawasan Pabean. "Dari aturan baru ini kami berharap akan muncul importir-importir yang berkualitas," tegas Veri Anggrijono dalam acara sosialisasi dengan Gabungan Importir Nasional Indonesia Jawa Timur di Surabaya. Lanjut Veri Anggrijono, pihaknya berharap pengusaha importir memiliki performa bagus untuk mendukung industri dalam negeri dalam memenuhi bahan baku,. Pemerintah memberikan kemudahan pada pelaku usaha yang bertujuan untuk menstabilkan ekonomi khususnya di kawasan postborder dengan tidak menghilangkan persyaratan utama. "Ini memberi kemudahan bagi pengusaha tetapi tidak menghilangkan kewajiban mereka. Jika dahulu kekurangan beberapa dokumen mengakibatkan barang tertahan di pelabuhan sehingga kena biaya gudang. Ini bisa dikeluarkan dan disimpan di gudang importir tapi dengan syarat barang tidak diperjualbelikan dahulu. Baru bisa dijual saat sudah memenuhi persyaratan," katanya. Secara teknis, kata dia, proses self declaration yang dicabut akan diganti dengan kewajiban pemenuhan persyaratan impor lainnya, yaitu mencantumkan data persyaratan impor dalam dokumen pemberitahuan impor barang (PIB) berupa nomor dan tanggal atas dokumen persetujuan impor (PI) dan/atau laporan surveyor (LS). Sementara itu, Ketua Ginsi Jatim, Romzy Abdullah Abad mengatakan, aturan tentang pemeriksaan dan pengawasan tata niaga impor setelah kawasan pabean atau postborder adalah aturan yang diberlakukan untuk mempermudah pelaku usaha, khususnya importir. Dan itu harus dilaksanakan melalui kewajiban Persetujuan Impor (PI). "Oleh karena itu impor harus mencantumkan data yang terdiri dari nomor, dari, tanggal atas dokumen PI persetujuan impor. Namun dalam pelaksanaannya untuk memperoleh PI, para pelaku usaha banyak menghadapi kendala atau harus menunggu dalam waktu sangat lama. Lebih khusus untuk komoditi besi atau baja, brondong dan turunannya," ujar Romzy. Dan untuk mendapat PI tersebut, importir harus mendapat pertimbangan teknis dari kementerian perindustrian yang lebih sulit lagi untuk mendapatkannya. Dampaknya, banyak importir yang mengalami kekurangan bahan baku. Bahkan banyak juga diantara mereka yang terpaksa menghentikan proses produksi. Untuk itulah, pemerintah memberikan kemudahan melalui aturan Post Border. Tetapi karena ada cela, banyak pengusaha yang justru memanfaatkan aturan ini sehingga pemerintah akhirnya melakukan pengetatan pengawasan melalui revisi Permendag nomor 28/2018. "Aturan ini harus dipahami oleh pengusaha importir karena sebenarnya revisi aturan ini tidak mempersulit," ujarnya. Ketua Forum Komunikasi Asosiasi Kepelabuhanan, Tanjung Henky Pratoko menegaskan, kebangkitan ekonomi harus terus digelorakan agar recovery ekonomi pasca covid bisa bergerak lebih cepat. Karena lambatnya proses pemulihan ekonomi ini berdampak negatif terhadap mahalnya biaya distribusi barang dari luar negeri, utamanya Tiongkok. "Beberapa hari yang lalu saya bertemu dengan delegasi dari Hongkong. Saya bertanya kenapa akhir-akhir ini costrates (biaya perjalanan red.) Naik300 persen hingga 400 persen. Ini ternyata karena mereka menganggap recovery ekonomi Indonesia ini lambat," terangnya. (day)

Sumber: