DPRD Surabaya Soroti Orang Kaya Penghuni Rusun

DPRD Surabaya Soroti Orang Kaya Penghuni Rusun

Surabaya, memorandum.co.id - Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya menggulirkan program rumah bersubsidi. Namun, jumlahnya belum bisa mengakomodasi kebutuhan masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). Saat ini, ribuan warga masuk daftar tunggu menempati rumah susun sudah mencapai 8 ribuan. Hal itu disinyalir penghuni rusun bukan hanya warga yang seharusnya berhak mendapatkan. Namun justru dihuni warga yang mampu. Penyalahgunaan hak huni itu karena banyak praktik unit rusun yang berpindah tangan karena diperjualbelikan. Persoalan lain, keberadaan rumah susun yang diperuntukkan bagi masyarakat kurang mampu tampaknya tidak diimbangi dengan kesadaran penghuni. Sebab, masih terdapat penghuni yang sudah mampu namun masih menjadi penghuni rusun. Padahal rusun merupakan program pemkot kepada masyarakat yang belum mempunyai rumah. Dengan harapan, biaya rusun yang murah bisa dimanfaatkan mereka untuk menabung kemudian bisa membeli rumah secara mandiri. Namun, pada kenyataannya, mereka yang mengguni rusun memiliki sejumlah fasilitas mewah seperti mobil. Wakil Ketua DPRD Kota Surabaya, Laila Mufidah menyayangkan. Sebab, menurut Politisi PKB ini, mereka sudah dianggap mampu dan seharusnya sudah pindah dari rusun. Menurutnya, harus ada kesadaran lebih dari penghuni rusun. "Mereka yang sudah mampu harusnya bisa meninggalkan rusun dan bisa gantian dengan warga yang membutuhkan karena saat ini ada sekitar 8 ribu yang sudah antre," kata Laila di Gedung DPRD Kota Surabaya kepada memoramdum.co.id., Jumat (2/10/2020). Menurut Laila, pembangunan rumah yang layak dan terjangkau bagi masyarakat berpenghasilan rendah dapat memperbaiki taraf kehidupan dalam hal pemukiman. "Termasuk mampu mencegah tumbuhnya kawasan kumuh di perkotaan," jelasnya. Sebagai salah satu kota besar di Indonesia. Laila berharap pelayanan publik terutama dalam pelayanan kelayakan hunian semakin ditibgkatkan. Memang saat ini walikota sekarang diakui banyak orang memberikan kemajuan di bidang keindahan. Namun, Surabaya dituntut naik kelas bukan hanya dari keindahan kotanya, tetapi juga kebutuhan dasar warga. Terkait aspek tempat tinggal, Laila bercerita banyak dijumpai masyarakat yang tinggal dirumah kurang layak huni. Bisa dibayangkan, kuota yang disediakan jumlahnya 200. Namun jumlah antrean saat ini terus melambung. Ini tentu tidak bisa mengakomodir keseluruhan. “Rusun yang sudah dibangun baik, tapi harus ditingkatkan kelasnya, karena kapasitasnya hanya 200-300 KK (kartu keluarga). Padahal yang antri untuk menempati rusun lebih dari 8 ribu KK. Artinya ada desain rusun yang harus diperbaiki,” ujarnya. "Harus bertahun-tahun antre untuk mendapatkan satu unit di rusun. Artinya jika 200 dibagi 8 ribu antrean. Mereka harus menunggu hingga 40 tahun untuk mendapatkannya," ungkapnya. Menurutnya, yang sekarang ini pemkot bukan hanya harus memikirkan proyek pembangunan rusun. Tapi harus dievaluasi terkait pengelolahannya. Ia pun mendesak supaya pemerintah kota melakukan survei penghuni rusun. Tidak menutup kemungkinan DPRD akan melakukan sidak. "Karena itu tadi ada penghuni yang sudah mampu tapi enggan pindah," ungkap Laila. Selain itu, Laila berharap ada akses pendukung rusun. Dalam hal ini adalah seharusnya hunian bertingkat itu juga tersedia fasilitas berupa lift. "Ini menjadi PR wali kota mendatang," paparnya. Laila juga mendapat keluhan penghuni bahwa tarif listrik cukup tinggi. "Emang kalau sewanya cukup murah, tapi listrinya mahal. Kan sama saja," terangnya. Kondisi ini mendorong Laila untuk terus memberikan evaluasi dan masukan. Apalagi kemampuan fiskal Surabaya cukup besar. Sehingga, kepala daerah wajib menggunakan APBD dengan tepat sasaran. Laila menjelaskan, kemampuan fiskal Kota Surabaya sangat tinggi. Tertinggi baik dari segibpendapatan asli daerah (PAD) atau anggaran pendapatana belanja daerah (APBD). Adapun PAD kota Surabaya mencapai Rp 5,4 triliun, sedangkan APBD nya sebesar Rp 10,3 triliun. "APBD dengan fungsi alokasi, distribusi, dan stabilisasi harus dijalankan dengan baik dan intensitas tinggi," jelasnya. Selain itu, Laila berharap ada akses pendukung rusun. Dalam hal ini adalah seharusnya hunian bertingkat itu juga tersedia fasilitas berupa lift. "Ini menjadi PR wali kota mendatang," paparnya. Laila juga mendapat keluhan penghuni bahwa tarif listrik cukup tinggi. "Emang kalau sewanya cukup murah, tapi listrinya mahal. Kan sama saja," terangnya. (alf)

Sumber: