Pembantu Itu Bukan Asli Pembantu. Namanya Jem. Sarijem (3)
Naksir Kakak Beradik yang Wajah dan Prejengannya 11:12
Didik bercerita bahwa di desa, Sarijem adalah tetangga tunggal pager Ike. Tidak hanya bertetangga, mereka masih terikat hubungan darah walau sangat jauh. Mbah buyut mereka bersaudara sepupu. Mereka sudah akrab sejak kecil. Ike-Sarijem nyaris tidak pernah terpisahkan. Bila ada manten, misalnya, mereka pasti dimintai tolong jadi pendamping. Meski usia keduanya agak terpaut, tapi penampilan mereka selalu serasi. Selera mereka pun berimpit. Sama-sama suka warna kuning. Sama-sama jago bahasa Indonesia dan fisika di sekolah. Sama-sama menjadi anggota paskibra di alun-alun kota pada 17-an. Ike dan Jem juga memendam talenta kesenian yang seragam. Juara-juara nyanyi. Juara-juara tilawah. “Ada kejadian lucu. Waktu Ike duduk di kelas dua SMA, Jem duduk di kelas enam SD,” cerita Didik. “Lucunya di mana?” tanya Memorandum gak srantan. Kata Didik, waktu itu Ike naksir teman komunitasnya di perkumpulan pecinta alam. Namanya sebut saja Adam. Mereka jadian. Ke mana-mana selalu runtang-runtung berdua. Jem merasa tersingkirkan. Tidak sampai dua minggu kemudian Ike dipameri teman cowok Jem. “Katanya waktu itu demikian, ‘Mbak Ike. Aku juga punya pacar.’ Tentu saja Ike kaget. Jem yang masih bau kencur pacaran?” cerita Didik tentang kedekatan istrinya dengan Jem. Ternyata cowok yang dipamerkan Jem adalah adik kandung Adam. Yang wajah dan prejengan-nya 11:12. Namanya sebut saja Noah. “Tapi mereka sama-sama bubaran. Putus. Adam dan Noah dinilai Ike dan Jem play boy. Suka ganti-ganti pacar. Kedua gadis ini berpisah cukup lama setelah Ike melanjutkan kuliah di Surabaya. Indekos di daerah berjuluk Kota Pahlawan ini. Jem tinggal di Pacitan. “Maunya sih Jem ikut Ike sekolah di Surabaya. Masuk SMP di Surabaya. Tapi dilarang orang tua.” “Akhirnya aku menikah dengan Ike. Mas Yuli datang juga kan?” kata Didik, yang melanjutkan bahwa pada suatu kesempatan Ike menceritakan soal Jem. Makanya, ketika Jem berkuliah di Surabaya, Didik mengemukakan ide agar Ike menawari Jem untuk tinggal di rumah mereka. Ketimbang kos. Ternyata orang tua Jem tidak memperbolehkan. Dikhawatirkan Jem mengganggu ketenangan rumah tangga Ike dan Didik yang relatif bisa dibilang masih baru. “Ketika Ike hamil dan butuh pembantu, terpaksa kami mengambil dari biro jasa penyedia pembantu rumah tangga dan pengasuh bayi,” jelas Didik. Faktanya tidak mudah mengambil pembantu di biro jasa. Kebanyakan mereka tidak awet. Paling lama dua-tiga bulan. Ada-ada saja alasan mereka untuk pamit dan tidak bekerja lagi. Akhirnya Didik dan Ike kapok. Terakhir mereka minta bantuan Jem untuk bantu beres-beres rumah. Sementara saja. Paling 3-6 bulan. Sampai Ike melahirkan. Atau kalau bisa sampai sang baby berusia setahun. “Begitulah ceritanya Mas,” kata Didik sambil mengambil suguhan kue Lebaran. “Sekarang Jem di mana?” tanya Memorandum. “Di rumah. Nungguin Ike yang . bulan depan melahirkan,” kata Didik. Tiba-tiba HP Didik berbunyi. Nyaring. Pemuda brewokan tipis itu mengambilnya dari saku baju dan mengangkat, “Halo… Ike? Jem? Ya… Di mana? Kondisinya?” Didik lemas. Tubuhnya tiba-tiba doyong. Ambruk ke lantai. (bersambung) Penulis : Yuli Setyo Budi Pembaca yang punya kisah menarik dan ingin berbagi pengalaman, silakan menghubungi nomor telepon / WA 0821 3124 22 88 . Bisa secara lisan maupun tulisan. Kisah juga bisa dikirim melalui email [email protected]. Terima kasihSumber: