Pembantu Itu Bukan Asli Pembantu. Namanya Jem. Sarijem (1)

Pembantu Itu Bukan Asli Pembantu. Namanya Jem. Sarijem (1)

Tertarik Pembantu yang Cantik dan Seksi, Lemah Lembut Lagi

“Maaf. Bapak tertarik kepada saya ya? Kalau saya perhatikan, sudah dua minggu ini Bapak melihat saya penuh arti. Sekali lagi maaf bila saya lancang mengirim WA kepada Panjenengan.” Didik (32, bukan nama sebenarnya) terpaku memandangi layar HP-nya. Sudah tiga hari pesan itu tersimpan di memori. Ada yang mengganjal hatinya terkait pesan WA tadi. “Jujur Mas, waktu itu aku ragu: benarkah pesan tersebut dikirimkan dia?” kata Didik saat bersilaturahmi dalam rangka Idul Fitri 1441 H silam. Didik adalah adik mindoan Memorandum, “Lha dia itu siapa?” tanya Memorandum. “Jem. Sarijem,” jawab Didik, yang lantas menjelaskan bahwa Jem, atau Sarijem, adalah gadis yang sejak awal Ramadan membantu keluarga beres-beres pekerjaan rumah. “Pembantu?” tanya Memorandum lagi. Didik tidak segera menjawab. Sepertinya dia sedang mencari pilihan kata-kata yang tepat agar ucapannya tidak menimbukan salah paham. Menurut Didik, Jem itu tetangga Ike (27, nama samaran istri Didik) di daeral asal mereka. Desa terpencil di Pacitan. “Dia bukan pembantu. Tapi, dia memang kami minta untuk membantu di rumah. Hanya sementara,” kata Didik. Istri Didik minta bantuan Jem karena pembantu mereka mendadak izin berhenti kerja. Mau menikah. Padahal, saat itu Ike sedang hamil tua sehingga tidak mungkin mengurusi tetek bengek pekerjaan rumah. Apalagi, itu kemungkinan satu-satunya kehamilan Ike. “Jadi, Jem dipanggil dari Pacitan?” “Nggak Om. Jem di Surabaya. Kuliah dan indekos di sekitar Lidah.” “Lalu, apanya yang bikin kamu ragu soal pesan WA tadi? Panggil saja Jem, tanya apakah ini WA kamu, beres kan?” “Nggak enak Om. Sepertinya kayak nuduh-nuduh gitu.” “Lho, yang nuduh kan dia? Nuduh kamu memperhatikan dia penuh arti. Iya kan?” “Iya sih Om.” “Jangan-jangan kamu memang sering melihat Jem dengan pandangan ya’apa gitu?” Didik diam. Matanya yang semula menatap Memorandum pelan-pelan dialihkan memandang lantai. “Dik. Istrimu sedang hamil dan mau melahirkan. Jangan macem-macem,” kata Memorandum sok menasihati. Mungkin terdorong status kapernah mas mindoan Didik. Bukan sekadar sok tua atau sok alim. “Tapi bener, kamu sering diam-diam memandangi Jem?” imbuh Memorandum. Kali ini Didik mengangguk. Lirih. Wajahnya memerah. Malu. Selanjutnya giliran Memorandum yang diam. Bingung mau ngomong apa lagi. “Apa sih yang membuat kamu tertarik sering-sering memandangi Jem? Cantik? Seksi? Atau apa?” “Semua Om.” Edan ra? Jawaban yang tampaknya spontan. Jujur. Ah… pasti ada maksud-maksud tertentu di balik pandangan Didik yang demikian. “Kamu pasti seneng Jem.” Didik mengangguk lagi, “Siapa sih Om yang tidak seneng melihat gadis cantik dan seksi. Tingkah lakunya lemah lembut, lagi, Setiap gerak-geriknya selalu menarik,” aku Didik. Ambyar dah! (bersambung)   Penulis : Yuli Setyo Budi Pembaca yang punya kisah menarik dan ingin berbagi pengalaman, silakan menghubungi nomor telepon / WA 0821 3124 22 88 . Bisa secara lisan maupun tulisan. Kisah juga bisa dikirim melalui email [email protected]. Terima kasih

Sumber: