Jerat Narkoba Berawal dari Coba-coba
Surabaya, memorandum.co.id - Setiap orang bisa terjerat narkoba. Tingkat stres tinggi dan tuntutan pekerjaan yang tinggi rentan membuat seseorang bisa terjerumus ke dalam jurang narkoba. Meski dampak konsumsi narkoba sangat membahayakan tubuh, bukan berarti barang yang satu ini dijauhi, justru semakin hari banyak orang yang terjerumus dan tergoda untuk mencobanya. Tak terkecuali di kalangan mahasiswa. Psikolog Universitas Islam Negeri Sunan Ampel (Uinsa) Surabaya Soffy Balgies MPsi mengatakan, pemakaian narkoba seringkali diawali dari proses rasa ingin tahu atau sekadar coba-coba. Awalnya seorang pemula diberikan cuma-cuma. Lambat laun kecanduan. Maka dia akan mencari barang terlarang itu dengan sendirinya. Bahkan, seseorang seringkali bersedia melakukan segala sesuatu untuk mendapatkan barang tersebut. "Awal incip (coba-coba, red). Ini didasari rasa ingin tahu," kata Soffy. Lingkungan pertemanan memiliki porsi yang cukup besar dalam mempengaruhi perilaku seseorang. Tidak jarang perbuatan negatif diawali dari pergaulan yang tidak terkontrol dengan baik. Lingkungan pertemanan merupakan salah satu faktor eksternal yang berperan dalam membentuk karakter hidup individu. Biasanya alasan kenapa tertarik mengonsumsi narkoba adalah ingin menunjukkan rasa kesetiaankawanan, dan dianggap ada di dalam pergaulan. "Karena ada rasa tidak enak tawaran teman. Tidak bisa menolak," jelas Soffy. Setelah itu, timbul rasa kecanduan pada narkoba, kondisi di mana seseorang tidak dapat mengendalikan penggunaan narkoba. Kecanduan narkoba menyebabkan keinginan kuat untuk selalu mengonsumsi narkoba. Bila sudah kecanduan, beragam hal negatif dalam segala aspek kehidupan akan datang. Yang lebih menyusahkan, terbebas dari efek candu narkoba sungguh tidak mudah. "Kecanduan. Mulai membutuhkan. Kalau tidak pakai rasanya ada yang belum lengkap. (Selalu) Ingin nikmatnya," cakapnya. Itu terjadi karena manusia memiliki struktur psikologis yang terdiri dari tiga elemen, yaitu Id, Ego, dan Superego. Id merupakan sumber segala energi psikis sehingga Id merupakan komponen utama dalam kepribadian. "Kepribadian manusia kan ada unsur id. Dorongan hasrat kepuasan mendapatkan kebutuhan dasarnya. Orang yang pakai narkoba lebih terdorong menenuhi id-nya. unsur lain ego dan super ego diabaikan," papar dia. Selain itu, sambung Soffy, penggunaan narkoba untuk pleasure (kesenangan) dan hedonik (kesukaan). "Karena untuk membangkitkan rasa senang atau happy yang semu," terang dia. Bisa jadi, lanjutnya, pengunaan narkoba karena konflik sosial. Sebab dalam kondisi tersebut, terkadang seseorang memilih jalan pintas untuk terjun di lingkaran narkoba. Mereka akan mencari cara sendiri guna menyelesaikan masalahnya. "Ada juga pakai narkoba buat mengatasi rasa tidak enak atau negatif emotion yang dialami. Misal lagi konflik atau tengkar dengan siapa dalam hidupnya kemudian muncul rasa jengkel, tidak nyaman, tidak sreg atau marah, kecewa, cemas. Maka ia mengalihkan rasa tidak enak ke narkoba. Karena narkoba kan menimbulkan morfin dopamin penghilang stres. Jadi dia tidak coping focus problem. Tapi coping emotion focus secara maladaptif," ungkap dia. Disinggung apakah stres karena faktor perkuliahan memicu mahasiswa terjerumus dalam dunia haram terebut? "Mungkin. Tidak mesti juga. Belum disurvei. Yang jelas cari kenikmatan atau pleasure buat reduce pain atau negative feeling," paparnya. Kalaupun stres dialami, menurut Soffy, tidak sepatutnya untuk mengonsumsi narkoba. Masih ada jalan lain bisa dilakukan untuk mengurangi beban psikologis tersebut. "Tidak mesti juga stres akademik menjadi alasan pakai narkoba. Kalupun iya pelaku stres karena kegiatan belajar maka cara mengatasi stresnya tidak baik. Karena yang lain banyak yang bisa mengatasi tanpa pakai narkoba," pungkasnya. (alf/fer)
Sumber: