Akhir Perjalanan Mahasiswi Cantik Pemuja Ideologi Pancacinta (2)

Akhir Perjalanan Mahasiswi Cantik Pemuja Ideologi Pancacinta (2)

Agus Haru Jadi Mualaf untuk Mendapat Restu Orang Tua Eli

Untuk mengoreksi kesalahan Eli, Agus diminta membacakan Pancasila yang benar. Tidak sampai dua menit, Agus menyelesaikan tugasnya. Setelah itu kembali ke barisan. “Sudah tahu perbedaan Pancasila Eli dan Pancasila Agus?” tanya mahasiswa senior. Hampir separuh maba angkat tangan, “Siap. Sudah.” Separuh yang lain diam. Tanpa menunggu waktu, maba yang diam disuruh push up di tempat. Tigabelas kali. Sedangkan wakil maba yang angkat tangan disuruh maju untuk menunjukkan kesalahan Eli. “Siap. Eli salah menghafal sila ketiga. Persatuan Indonesia. Bukan Persatukan Indonesia,” katanya. Keras. Semua bertepuk tangan. Mereka pun diperbolehkan pulang. Dalam hiruk pikuk kepulangan, diam-diam Eli mencari Agus. Tidak mudah. Suasana terlalu error. Mereka baru bertemu di tempat parkir. Begitu berhadap-hadapan, Eli siap menggampar Agus. Tangannya sudah terangkat naik, ketika pada waktu bersamaan HP-nya terjatuh. Dengan sigap Agus merunduk dan menangkap HP Eli sebelum menyentuh tanah. Eli terpana dan mengurungkan niat mendaratkan tamparan ke wajah Agus. Dia malah tersenyum. “Maaf membuatmu tersandung,” kata Agus sambil memberikan HP Eli. Saat itulah mereka saling memandang dan jatuh cinta. “Itu pengakuan Eli,” kata As. Pengacara yang banyak mendamaikan pasangan berselisih ini menambahkan, sejak itu Eli dan Agus berteman dekat. Mereka sering saling mengunjungi. Eli baik dengan keluarga Agus, Agus pun baik dengan keluarga Eli. Sampai di sini tidak ada masalah, karena keluarga masing-masing menganggap mereka sekadar berteman. Berteman baik. Tapi, lambat laun Eli tidak bisa lebih lama menyimpan rahasia status mereka. Eli berterus terang kepada orang tuanya bahwa dia sebenarnya memiliki hubungan khusus vs Agus. Pacaran. Tentu saja ini mengejutkan. Sebab, selain tidak seiman, Eli diharapkan menikah dengan anak teman ayah. Eli berontak. Menolak dijodohkan. Keinginannya menikah vs Agus amat kuat. Tarik-menarik pun terjadi, sampai kedua orang tua mengalah dengan satu syarat. Dan, tidak bisa ditawar-tawar: Agus harus ber-Islam. Eli sepakat. Ia berjanji bakal bisa meng-Islam-kan Agus. Apalagi, mereka pernah mengikrarkan Pancacinta saat jadian. Eli yakin Agus akan rela mengorbankan segalanya demi cinta. Eli meyakini itu, karena setiap memiliki keperluan yang berhubungan dengan peribadahan, Agus selalu setia mendampingi. Misalnya saat Eli harus hadir dalam pengajian mahasiswa yang digelar HMI, Agus menemani. Juga, ketika Eli menjadi panitia Idul Kurban di kampus. Agus dengan suka rela membantu, mulai penyembelihan sampai saat pembagian ke kampung-kampung seputar kampus. Lantas, bagaimana tanggapan Agus ketika diberi tahu ayah-bunda Eli baru akan memberi restu asal Agus bersedia menjadi mualaf? “Apakah tidak ada jalan lain?” tanya Agus, yang yakin orang tuanya tidak akan setuju anaknya pindah agama. (bersambung)   Penulis : Yuli Setyo Budi Pembaca yang punya kisah menarik dan ingin berbagi pengalaman, silakan menghubungi nomor telepon / WA 0821 3124 22 88 . Bisa secara lisan maupun tulisan. Kisah juga bisa dikirim melalui email [email protected]. Terima kasih

Sumber: