Cinta Suci yang Menembus Tabir Dunia Jin dan Dunia Manusia (42 – Tamat)

Cinta Suci yang Menembus Tabir Dunia Jin dan Dunia Manusia (42 – Tamat)

Menunggu Sinyal Kemunculan al-Mahdi Pilihan Gusti Allah

Ghadi tidak bisa berkutik. Dia dimasukkan penjara bawah tanah. Jadi satu dengan puluhan tahanan lain, termasuk Paman Karim dan Sultan Zalim. Yang tak diduga, ternyata Pakde Limin juga berada di sana. “Masih sempatkah kau selamatkan bolaku? Tempat ini diselimuti tujuh lapis tabir pengaman. Sulit dideteksi dari luar,” kata Pakde Limin. “Ya. Kusimpan di sini,” kata Ghadi sambil menunjuk perut, “Kutelan, Pakde.” “Baiklah. Simpan dulu. Rencananya begini,” kata Pakde Limin, yang kemudian menerangkan langkah-langkah yang harus dilakukan. Panjang lebar. Sangat detail dan gamblang. Seperti yang direncanakan, suatu malam mereka berkumpul. Bola Pakde Limin dikeluarkan dari perut Ghadi dan ditaruh di atas tanah. Mereka mengerumuninya dengan rangkul lengan kiri berantai. Tangan kanan dijadikan satu bertumpu di permukaan bola. “Kita jemput dulu Laila, lalu kembali ke padepokan. Kita atur lagi perjuangan dari awal. Kita tidak bisa tergesa-gesa. Kita harus menunggu sinyal dari dunia manusia. Menunggu munculnya al-mahdi pilihan Gusti Allah,” kata Pakde Limin. Dia lantas merapal doa melipat bumi sekaligus mengubah tubuh jadi bayangan. Dan mak-wusss… mereka sampai di kamar Putri Laila. Perempuan cantik ini langsung disambar untuk bersama-sama dibawa terbang ke padepokan. Ternyata rencana mereka tidak berjalan mulus. Baru saja berhasil menggandeng Laila, mereka terpental jatuh. “Kamar Laila dilapisi tabir gaib. Kita bisa masuk tapi sulit keluar,” kata Pakde Limin. “Lantas bagaimana upaya kita?” tanya Ghadi. “Kendalanya ada di ayah mertuamu.” “Ada apa dengan saya? Apa yang harus saya lakukan?” tanya Sultan Zalim. “Ucapkan syahadat.” “Apa itu?” “Tirukan aku.” Kata Pakde Limin, yang lantas menuntun Sultan Zalim berucap syahadat. Begitu selesai, Pakde Limin kembali merapal doa melipat bumi dan mengubah tubuh jadi bayangan. Dan mak-wusss… mereka mendarat di padepokan Pakde Limin. “Perjuangan belum berakhir. Masih panjang. Kita akan berperang melawan bangsa yang matanya sipit, hidungnya pesek, dan bermuka datar kayak perisai,” kata Pakde Limin. Kata Pakde Limin, sekarang bangsa sedang diporakporandakan bangsa asing dibantu pengkhianat-penkhianat seperti Sultan Tara yang rela menjual bangsanya sendiri. Kita sedang ditekan. Bukan hanya di dunia manusia, tapi juga di dunia jin,” kata Pakde Limin. “Apa yang harus kita lakukan, Pakde?” tanya Ghadi. “Kita harus sabar. Kita tunggu munculnya al-mahdi.” (tamat sementara. sewaktu-waktu bisa bersambung sesuai minat dan respons pembaca)   Penulis : Yuli Setyo Budi Pembaca yang punya kisah menarik dan ingin berbagi pengalaman, silakan menghubungi nomor telepon / WA 0821 3124 22 88 . Bisa secara lisan maupun tulisan. Kisah juga bisa dikirim melalui email [email protected]. Terima kasih

Sumber: