Dulu Tumpahkan Nafsu di Dolly, Kini Sasar Anak Sendiri

Dulu Tumpahkan Nafsu di Dolly, Kini Sasar Anak Sendiri

Oleh: Yuli Setyo Budi, Surabaya Nani (43, samaran) tahu suaminya, sebut saja Jono (45), adalah lelaki nakal. Amat tahu, wong rumah mereka berhadap-hadapan di kawasan Tandes. Sejak muda Jono sudah suka minum, suka banting kartu, bahkan suka main perempuan. Jono dikenal sebagai pendekar molimo. Dia jago melanggar ajaran Sunan Ampel agar manusia moh madat (tidak mau mengisap candu/narkoba), moh madon (tidak mau main perempuan bukan istrinya), moh mabuk (tidak mau minum minuman keras),  moh maling (tidak mau mencuri), dan moh main (tidak mau berjudi). Lokalisasi Jarak dan Dolly—sekarang sudah ditutup—adalah rumah kedua tempatnya mabuk-mabukan, berjudi, dan main perempuan. Semua hal buruk dilakukan di daerah tersebut. Karena itu, orang tua Nani sangat tidak setuju ketika anaknya menjalin hubungan dekat vs Jono. “Dengan kebiasaan dia (Jono, red) main perempuan, sepanjang hidup kamu akan menderita. Bapak tidak setuju kamu kawin sama dia,” kata Nani menirukan nasihat ayahnya ketika Jono berencana meminangnya. Ungkapan tadi dikemukakan Nani kepada pengacaranya selepas mendaftarkan gugatan cerai di Kantor Pengadilan Agama (PA) Surabaya, Jalan Ketintang Madya, beberapa waktu lalu. Memorandum kebetulan berada di kantor pengacara tadi. Waktu itu Nani sakit hati kepada orang tuanya, terutama ayah, karena tak disetujui menikah dengan Jono. Lamarannya ditolak mentah-mentah ketika bapak dan ibu Jono benar-benar datang ke rumahnya. “Sebenarnya jauh hari Bapak sudah mengisyaratkan tidak mau menemui orang tua Mas Jono. Tapi, saya paksa.  Orang tua Mas Jono saya minta datang mendadak agar Bapak tidak bisa menghindar,” tambahnya. Ternyata dugaannya meleset. Dengan tegas ayah Nani menolak pinangan orang tua Jono. Nani yang sakit hati akhirnya kabur dari rumah. Harapannya numpang di rumah paman atau bibinya tidak kesampaian. Bahkan, semua keluarga dan kerabat menolak. “Mereka menyarankan saya pulang dan mendengar nasihat Ayah. Hati saya makin nelongso. Saya akhirnya numpang di rumah pakdenya Mas Jono. Tak lama kemudian kami pun dinikahkan. Siri.” Sampai kelahiran anak ketiga, Nani belum mendapat restu dari orang tuanya. Ayahnya semakin galak. Pensiunan TNI AL itu bahkan pernah menembak kaki Jono lantaran menantu yang tidak diharapkan kehadirannya itu nekat menenui ayah Nani. Entah dapat senjata api dari mana, yang jelas kasus itu nyaris menyeret orang tua ini ke sel tahanan polisi. Beruntung masalah itu dapat diselesaikan dengan baik. Tapi, sejak itu Jono tidak berani menginjakkan kaki di rumah orang tua Nani, yang tidak pernah mengakuinya sebagai menantu. Jono memang tidak pernah berubah. Kabarnya sekarang Jono bahkan menjadi muncikari. “Saya tahu itu. Tapi bagaimana lagi, saya sangat mencintainya,” tegas Nani. Secara ekonomi, kehidupan keluarga Jono-Nani memang sempat berlebih. Tapi, hanya sampai sekitar tujuh-delapan tahun lalu. Jono dan beberapa anak buahnya diringkus polisi. Mereka dijebloskan ke penjara. Kebejatan Ableh semakin terasa setelah lelaki tersebut keluar dari penjara. Bukan hanya perempuan liar di luar sana yang dia makan. Putri sulungnya pun diembat. Hal ini diketahui Nani dari pengakuan anaknya. “Anak sulung saya dipaksa melakukan itu ketika saya sedang sibuk di warung. Ia diancam akan dibunuh bila menolak dan menceritakannya kepada siapa pun. Tapi, dia nekat bercerita ke saya,” kisah Nani, yang mulai meneteskan air mata. Pandangan matanya kosong. Begitu kebejatannya diketahui istri, kini bukan cuma anak sulung yang diancam bunuh. Sang istri juga. Sampai beberapa waktu berlalu, kejadian menyakitkan ini masih tersimpan rapi. Hanya keluarga yang tahu. (bersambung)

Sumber: