Pilih Pelayan atau Bos?

Pilih Pelayan atau Bos?

Oleh Arief Sosiawan Pemimpin Redaksi Rabu (2/9), Kepala Bappeko Eri Cahyadi resmi jadi calon wali Kota Surabaya dari Partai Demokrasi Indonesia-Perjuangan. Sedangkan Armuji, kader tulen partai pemenang Pemilu 2019, mendapat amanah sebagai calon wakil wali Kota Surabaya dalam rekomendasi yang dibacakan Ketua DPP PDI-P Puan Maharani. Keputusan DPP PDI-P itu bagi sebagian kader partai tidak mengagetkan. Mereka paham mengingat sebelumnya terlihat baliho Eri-Armuji bertebaran di pelbagai sudut kota. Tak hanya itu, tampilnya pasangan Eri-Armuji sejujurnya telah diprediksi kendati PDI-P kerap membuat manuver-manuver politik sebelum keputusan itu dibuat. Apalagi, di berbagai baliho Eri-Armuji terpapar jelas kata atau kalimat-kalimat yang mendapat dukungan Wali Kota Risma. Berbeda dengan Whisnu Sakti Buana. Kedudukannya sebagai wakil wali Kota Surabaya dan kader tulen PDI-P tak cukup kuat “membeli” rekomendasi dari partai kendati di sudut-sudut kota juga tak kalah banyak balihonya. Padahal track record, kinerja, dan sepak terjang Whisnu untuk partai berlambang banteng moncong putih tak diragukan lagi. Tapi itu bukan urusan kader. Sepenuhnya jadi kewenangan pimpinan partai untuk menentukan calon wali kota dan calon wakil wali kota. Kader tahunya hanya tunduk dan tawaduk menjalani putusan itu, dan harus memenangkan kontestasi pemilihan wali (pilwali) Kota Surabaya. Tak peduli calon itu jago yang dimiliki kader atau jago milik kader lain. Pokoknya kader PDI-P harus mampu memenangkan jago partai. Titik. Tapi, apa benar begitu? Apa memang loyalitas kader PDI-P Kota Surabaya sudah sekelas itu? Pasti menjawabnya tidak gampang. Sebab, tidak semua kader memiliki jiwa yang sama. Tak semua kader bisa memahami keputusan pimpinan partai meski menegaskan siap membela jago partai bukan jago kader. Artinya, keputusan pimpinan partai PDI-P bisa saja dianggap angin lalu hingga mereka berpikir membelot dan tak mendukung jago partai. Kini jika pertanyaan ditujukan ke rakyat pemilih, apa rakyat suka manuver PDI-P mencalonkan Eri-Armuji? Bukankah ada calon lain yang jauh hari sudah digelindingkan koalisi delapan partai politik, Partai Gerindra, Partai Demokrat, PAN, PKB, PPP, Partai Golkar, Partai NasDem, dan PKS? yakni Machfud Arifin-Mujiaman Sukirno untuk dipilih? Sulit menjawab pertanyaan itu. Dengan berbagai kelebihan yang dikantongi, kedua pasangan calon wali kota dan calon wakil wali kota memiliki “daya jual” tinggi. Apalagi sistem pemilihan wali kota masih seperti sebelumnya, tentu rakyat pemilih pun memiliki “nilai jual” yang tinggi. Dan sudah bukan rahasia lagi, rakyat pemilih masih suka diberi iming-iming dan embel-embel untuk memilih jago masing-masing partai pengusung. Jadi, meski rekomendasi PDI-P jatuh ke tangan pasangan Eri Cahyadi-Armuji dan rekomendasi delapan partai politik ada di tangan Machfud Arifin-Mujiaman Sukirno, tetap saja rakyat pemilihlah yang harus menanggung risikonya lima tahun ke depan: yang dipilih benar-benar pelayan rakyat atau justru bosnya rakyat!(*)

Sumber: