Cinta Suci yang Menembus Tabir Dunia Jin dan Dunia Manusia (8)

Cinta Suci yang Menembus Tabir Dunia Jin dan Dunia Manusia (8)

Tak Terduga, Dinding yang Disandari seperti Menyedot Tubuh Laila

Bila diperhatikan, jahitan di diafragma Andik tampak seperti tulisan huruf hijaiyah: ghain dan dal. Bisa dibaca ghadi. Andik terpana. Sepengetahuannya, ghadi artinya singa.   “Dalam mimpi, tulisan tersebut kubaca ketika kamu bertarung melawan Pangeran Sabrang Kali. Bajumu koyak dan tampak jelas tulisan itu,” kata Laila. Tidak mudah bagi Laila dan Andik berupaya agar keberadaannya tidak terdeteksi ayah Laila, yang mungkin juga dibantu pasukan Pangeran Sabrang Kali. Mereka berpindah dari satu tempat ke tempat lain. Untung tak dapat diraih, malang tak dapat ditolak. Kala Andik sedang menangkap ikan untuk santap malam, tiba-tiba sebuah jaring memerangkap tubuhnya. Dia tidak dapat bergerak. Laila yang berada tidak jauh dari situ dan sedang ramban kangkung terkejut. Secepat kilat ia undur diri bersembunyi di balik batu kali, menempelkan punggung di dinding tanggul. Tak terduga, dinding yang disandari seperti menyedot tubuh Laila. Blusek. Laila kaget bukan alang kepalang. Beberapa saat kemudian dia baru menyadari tubuhnya tergeletak di dalam goa. Dinding yang disandari bukan tanah, apalagi bebatuan, melainkan dedaunan rimbun yang menutup pintu lubang goa. Laila yang terjengkang berusaha berdiri dan mengintip dari sela rerimbunan. Tampak Andik yang hanya membawa tombak lentur penangkap ikan berhasil menjebol jaring yang memerangkap tubuhnya. Andik bebas. Laila hendak memanggil. Tapi, rencana itu diurungkan karena dari atas terdengar auman nyaring berbarengan dengan munculnya sesosok bayangan. Ia melesat dan menyerang Andik. Untung pemuda ganteng itu berhasil menghindar dengan sedikit mununduk. Sabetan senjata tajam melintas di atas kepala.   Kemunculan sosok itu sangat mengagetkan Laila yang mengintip dari dalam goa. “Pangeran Sabrang Kali,” tuturnya lirih. Serangan pertama yang meleset menjadikan Pangeran Sabrang Kali emosi. Dia menyerang membabi buta. Tapi ngawur tak terarah, sehingga Andik dengan mudah dapat menghindar. Satu gerakan terukur yang dilakukan Andik bahkan mampu memimdahkan tubuhnya ke atas batu besar. Sambil melompat, Andik juga berhasil mendaratkan ujung tombak lenturnya ke ketiak kiri lawan. Tapi nahas. Andik baru mendarat, beberapa sosok muncul menyerang bersamaan. Ujung-ujung pedang mereka mengurung Andik. Pemuda dengan rambut berombak sebahu ini menyambut dengan tenang. Dia menata kuda-kuda sembari matanya mematap sekeliling. “Panggil semua temanmu. Akan kutebas satu per satu bagai mencabut ilalang, atau kurontokkan mereka bagai meniup dadaunan kering,” kata Andik. Tangan kirinya lantas burputar lembut. Seorang pengeroyok jatuh tersungkur ke sungai. Beberapa detik kemudian tiga orang menyusul seiring kelebatan tangannya yang memegang tombak. Pangeran Sabrang Kali terkejut. Dia mencoba menutupi kekagetannya dengan tersenyum. Senyum yang kecut. Masam. Lompatan melengkung dia hentakkan memutari Andik. Pedangnya bergerak seperti bayangan menutupi tubuh Andik. Suara tang-ting tang-ting terdengar nyaring, menunjukkan bilah pedang tersebut berbenturan dengan ujung tombak. Air sungai bermuncratan. Seperti gulungan asap, pertarungan mereka berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lain. Laila terus mengikuti setiap pergerakan Andik dan Pangeran Sabrang Kali tanpa berkedip. (bersambung)   Penulis : Yuli Setyo Budi Pembaca yang punya kisah menarik dan ingin berbagi pengalaman, silakan menghubungi nomor telepon / WA 0821 3124 22 88 . Bisa secara lisan maupun tulisan. Kisah juga bisa dikirim melalui email [email protected]. Terima kasih

Sumber: