Cinta Suci yang Menembus Tabir Dunia Jin dan Dunia Manusia (1)

Cinta Suci yang Menembus Tabir Dunia Jin dan Dunia Manusia (1)

Dari Kamar Selalu Terdengar Suara Mengaji, Setiap Saat

Tiba-tiba saja Andik (bukan nama sebenarnya) merasakan tubuhnya dingin. Angin berhembus sangat kencang. Dan ketika membuka mata, Andik melihat sekeliling sudah berubah. Peristiwa itu dialami Andik ketika diajak pakdenya, sebut saja Limin, masuk dunia lain. “Kita sudah sampai. Ikuti saja apa kata Pakde. Jangan membantah,” pesan Limin, yang diulangi Andik ketika bertemu Memorandum, beberapa waktu lalu. Andik adalah sahabat Memorandum ketika sama-sama menjadi jemaah majelis taklim di Mojokerto pada tahun 1980-1985-an.  “Jadi kita sempat tidak ketemu puluhan tahun ya?” tanya Andik. “Begitulah kira-kira,” jawab Memorandum, yang terbengong-bengong menatap wajah Andik. “Heran ya?” “Kamu tidak berubah. Prejengan-mu persis seperti terakhir kita ketemu. Ke mana saja selama ini?” “Diajak Pakde Limin. Masih ingat De Limin?” “Kakak ayahmu. Yang katanya wali itu kan? Yang ketemu di kamarmu waktu itu?” kata Memorandum, “Diajak ke mana?” “Ceritanya panjang.” “Intinya saja. Tapi kalau kamu mau cerita berpanjang-panjang itu lebih baik. Mau cerita tiga hari tiga malam? Takladeni,” tantang Memorandum. Andik tertawa. Persis tawanya puluhan tahun silam, nyekikik kayak kuda lepas kekang. Lulus SMA pada 1983, ketika teman-teman diterima di berbagai perguruan tinggi negeri, Andik tidak diterima di mana pun. Bahkan di perguruan tinggi swasta favorit. Hal serupa terulang pada tahun berikutnya. Dan tahun berikutnya lagi. Andik putus asa. Dia mengurung diri di kamar. Keluar-keluar hanya untuk makan, mandi, atau ke masjid. Kondisi ini tentu mengkhawatirkan. Keluarga berusaha memberi semangat dengan menyuruh ikut berbagai les dan kursus, namun ditolak. Andik semakin kerasan di kamar. Setiap saat terdengar suara seperti orang mengaji dari dalam. Setiap saat, tidak pernah jeda kecuali saat Andik mandi, makan, dan pergi salat berjemaah di masjid depan rumah. Orang tua Andik heran, karena sepertinya anak ini tidak pernah istirahat atau tidur. Terus-menerus terdengar suara seperti orang mengaji. Ketika ditanya ayah atau ibu siapa yang mengaji, Andik hanya tersenyum. Memorandum yang memang dekat dengan Andik pernah dimintai tolong orang tuanya mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi di kamar Andik. Saat itulah Memorandum diperkenalkan Andik Limin. Pakde Limin. “Yul, ini rahasia. Jangan diberitahukan kepada siapa pun. Termasuk Bapak-Ibu. Pakde ini seorang wali. Tapi, tidak banyak yang tahu beliau ini wali. Keberadaan Pakde di sini juga tidak banyak yang tahu,” kata Andik waktu itu. Jadi, imbuhnya sambil berkali-kali berpesan, “Kalau ada yang ingin tahu ada apa di kamar ini, jelaskan saja bahwa aku sedang belajar ngaji melalui kaset recorder. Itu saja. Tapi, sebenarnya aku bersama Pakde. Ke mana-mana, Suatu saat kamu akan tahu.” Itu adalah pertemuan Memorandum dengan Andik—bersama Pakde Limin—yang  terakhir sebelum kami terpisah puluhan tahun. Andik dikatakan orang tuanya menghilang bersamaan saat Memorandum pamit pulang. (bersambung)   Penulis : Yuli Setyo Budi Pembaca yang punya kisah menarik dan ingin berbagi pengalaman, silakan menghubungi nomor telepon / WA 0821 3124 22 88 . Bisa secara lisan maupun tulisan. Kisah juga bisa dikirim melalui email [email protected]. Terima kasih

Sumber: