19 Agustus 2020

19 Agustus 2020

Kita baru dapat contoh betapa dahsyatnya hijrah. Dari seorang marbot masjid yang kini menjadi guru besar. Profesor Udin. Resmi dikukuhkan sebagai Guru Besar Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) pada 8 Agustus lalu pada umur 41 tahun. Pria yang bernama lengkap Mohamad Khoirudin ini pada 1998 melakukan hijrah ke Yogya untuk melanjutkan studinya di Jurusan Elektro UNY. Ekonomi yang kurang mendukung tidak menyurutkan semangat belajarnya. Ia bertekad untuk bisa kuliah secara mandiri. Langkah cerdas yang dipilihnya adalah menjadi marbot Masjid Al Amin Condongcatur, 5 km dari kampusnya. Mengapa cerdas? Sudah dapat kos-kosan gratis mengandung pahala. Sejak itu, kegiatan sehari-hari Udin adalah bangun sebelum Subuh mengepel masjid, azan, bahkan kadang-kadang kalau imam berhalangan, dia juga menjadi imam. Dasar anak nekat, usai Subuh dia masih sempat mengambil tempe yang kemudian diantarkan ke pelanggannya yang sebagian adalah jamaah Masjid Al Amin. Setelah masjid selesai, urusan tempe selesai, dia genjot sepedanya menuju kampus. Pukul 11, dia pancal lagi kembali ke masjid menyiapkan sholat zuhur. Habis itu, balik lagi ke kampus. Menjelang Asyar balik lagi ke masjid. Sore harinya, dia mengajari anak-anak mengaji. Usai Isya dia mengambil tempe lagi untuk diantarkan ke pelanggannya yang lain lagi. Hijrah yang luar biasa dari Udin, seorang marbot yang kini menyandang guru besar pada usia yang relatif muda: 41 tahun. Udin kelahiran Tegal 1979. Apa kuncinya? Hijrah. Move. Pindah menuju kebaikan, menuju kemajuan, menuju kesuksesan. Kesuksesan besar banyak disebabkan karena hijrah. Hoakiao, Tionghoa perantauan, sukses di mana-mana termasuk di Indonesia karena hijrah. Pertama, mengubah nasib mereka yang sangat miskin di tanah kelahirannya. Yang kedua, motivasi berprestasinya jauh lebih tinggi dibanding penduduk asli karena sebagai pendatang harus kerja keras agar bisa hidup. Akhirnya, hampir di mana pun mereka menguasai ekonomi. Bahkan, bukan Hoakiaonya saja yang sukses. Kini, tanah leluhurnya, Tiongkok, menjadi negara yang ekonomi sangat kuat. Satu-satunya negara yang berani melakukan "tit for tat policy" terhadap apa pun yang dilakukan Amerika Serikat. Sementara negara-negara lainnya, termasuk sebagian negara di Timur Tengah, menjadi sekutu terpatuhnya (untuk tidak mengatakan lebih buruk dari itu). Tahun baru 1 Muharom 1442 H, yang kita peringati besok, jangan hanya membuat kita senang karena diberi "hadiah libur". Ini harus kita kenang sebagai milestone sukses Rasulullah SAW menjalankan risalah agamanya sehingga kita bisa menjadi umatnya meski kita berada di negeri yang jauh dari tempat asalnya. Sama: kuncinya adalah hijrah. Nabi dan kaum muhajirin bergerak dari Makkah menuju Madinah setelah perjuangannya di tanah kelahirannya mendapat pertentangan yang luar biasa. Kehadiran nabi disambut luar biasa oleh tuan rumah (Kaum Anshar) di Madinah. Keharmonisan mempercepat terbentuknya perekonomian yang kuat, persatuan yang kuat, pasukan yang kuat. Melihat begitu dahsyatnya rombongan nabi yang kembali ke Makkah, mereka yang semua memusuhi langsung menyerah. Itulah dahsyatnya hijrah. Kini, umat Islam punya PR besar untuk mengejar ketertinggalan ekonominya. Tak usah menunggu dipimpin, masing-masing diri melakukan seperti Prof Udin, Dahlan Iskan, dan Nurhayati Subakat Wardah lakukan. Hijrah. Gerak. Lakukan. Singkirkan tantangan. Jika ada puluhan, ratusan, ribuan seperti itu, betapa dahsyatnya kita. Selamat berhijrah di Tahun Baru 1442 Hijriyah. Salam! Ali Murtadlo, Kabar Gembira Indonesia (KGI)

Sumber: