Wardah, Konsep Best Practicenya (4-Habis)

Wardah, Konsep Best Practicenya (4-Habis)

Ini pesan Founder Wardah Nurhayati Subakat kepada para pelaku bisnis. "Saya kadang-kadang mendapati teman-teman yang kadang kurang tanggung jawabnya. Padahal, dalam bisnis yang dijaga kepercayaan, trust," katanya. Perempuan 70 tahun yang masih enerjik dan tampak awet muda ini memberikan contoh perusahaannya ketika terbakar habis. "Saya tetap membayar hutang-hutang saya. Padahal, ketika itu saya sangat kesulitan menagih karena faktur ikut terbakar," katanya. "Jadi, patner kita senang. Mereka percaya berbisnis dengan kita karena merasa aman. Contohnya, bank sebetulnya kita hanya minta pinjaman Rp 50 juta, malah dikasih Rp 150 juta. Tentu mereka lihat track recordnya," katanya. Nur yang kini menjabat presiden komisaris dan suaminya sebagai komisaris mempercayakan posisi direktur utamanya kepada putra sulungnya Salman Subakat, menyayangkan pihak-pihak yang selalu punya sejuta alasan untuk menyelesaikan tanggung jawabnya. "Saya sering mendapati teman-teman yang datang dengan berbagai alasan. Yang tertipulah, yang ditileplah, yang dibawa larilah. Sehingga kelak kurang mendapat kepercayaan lagi," katanya. "Sayang sekali," lanjutnya. Selain, tanggung jawab, company value yang dijunjung tinggi adalah kekeluargaan. "Kalau tidak mikir karyawan sebagai keluarga, perusahaan ini sudah stop sejak kebakaran yang lalu. Karyawanlah yang membuat saya punya semangat kuat dan bangkit lagi setelah tertimpa musibah kebakaran itu," kata Ibu yang kini tiga anaknya kompak membesarkan PT Paragon Technology and Innovation (PTI) yang membawahi Wardah, Emina, IX, Make Over dan Putri ini. Begitu juga ketika ada sahabat Nurhayati yang datang memberi kabar ada perusahaan multinasional tertarik membeli PTI. "Ini tawaran serius sekali karena sahabat saya itu sudah menjadi salah satu petingginya di sana. Tapi, saya selalu kepikiran karyawan. Dengan alasan itu, kita tidak menerimanya. Coba kalau kami hanya memikirkan keluarga. Dengan uang pembelian itu sudah sangat cukup untuk hidup keluarga kami sendiri. Tapi, kami memikirkan karyawan, bagaimana nasibnya mereka nanti," katanya. Selain itu, Nurhayati juga bermimpi perusahaan kosmetika itu seperti yang ada di Korea. "Mereka menjadi rajanya. Pemain luar negeri sulit masuk karena orang Korea sangat fanatik dengan produknya. Bahkan, kini banyak orang Indonesia yang juga menggemari kosmetika Korea," katanya yang langsung disahut oleh Dahlan Iskan ya memimpin zoominar Sabtu lalu itu, apakah kosmetika Korea akan menjadi ancaman kosmetika Indonesia. "Tidak. Mereka masih belum seberapa di sini, masih jauh lebih kuat dominasinya pemain global lama yang sebelum kemerdekaan pun, mereka sudah masuk ke sini," jawab Nur. Value kekeluargaan, kata Nur, juga membuat para milenal yang bekerja di PT Paragon betah. "Saya bersyukur. Katanya milenial itu, suka pindah-pindah, tapi kalau di Paragon, mereka tampaknya kerasan," katanya. Kuncinya, PTI memberlakukan karyawan dengan baik: gajinya maupun relationshipnya. Value berikutnya, selain Ketuhanan (relijiusitas), juga keteladanan. "Saya kadang-kadang merasa bersalah kepada anak-anak, terutama anak bungsu saya, Sari Chairunnisa, yang pernah curhat Mama lebih keras kepada anaknya daripada ke karyawannya," katanya. "Mengapa begitu, karena saya ingin kita ini menjadi teladan. Karena keteladanan adalah value dari perusahaan ini," katanya. Kalau dua kakaknya lulusan ITB sebagaimana ibu dan bapaknya, Sari adalah dokter spesialis kulit lulusan UI. Cocok sekali dengan bisnis keluarganya. Value berikutnya yang dijunjung tinggi oleh PTI adalah Fokus ke Pelanggan. "Dulu kita merengek-rengek kepada mereka. Setelah besar jangan sekali-kali kita lupakan mereka. Jangan seperti itu, bisa ditinggal mereka nanti," kata Nur yang kini DC (distribution center)-nya lengkap dari Sabang sampai Meraoke dan juga Malaysia dan Bangladesh ini. Itulah resep sukses Nurhayati membesarkan perusahaan kosmetikanya. Semoga kita bisa meneladaninya. Salam! Ali Murtadlo, Kabar Gembira Indonesia (KGI).

Sumber: