Wardah, Hangus pun Ada Kebetulannya (2)

Wardah, Hangus pun Ada Kebetulannya (2)

Meski bisnis Wardahnya sudah meraksasa dan sembilan item produknya sudah mengalahkan perusahaan kelas dunia asal Belanda, Nurhayati Subakat masih tetap saja rendah hati. Dia selalu mengatakan itu semua karunia Allah. Rahmat Allah. Diberi banyak kebetulan. Doa banyak orang. Sampai-sampai Dahlan Iskan, yang memimpin zoominar yang difasilitasi Jagaters-nya Mas Joko Intarto dan diikuti full booked 500 peserta dua hari lalu, perlu mengklarifikasinya. "Bu Nur selalu mengatakan kebetulan, rahmat, doa banyak orang. Ya itu, betul, tapi saya perlu mengklarifikasinya. Saya khawatir nanti ada pemirsa yang mengatakan bisnis saya gagal karena kurang mendapat faktor kebetulan," katanya. "Menurut saya, kebetulan-kebetulannya Bu Nur ini, adalah kebetulan yang diusahakan. Sudah ada usahanya terlebih dahulu, baru menemukan kebetulannya," katanya. DI menganalogikan dengan foto jepretan "Juara Dunia" Mas Sholihudin, mantan anak buah DI dan yunior saya di JP yang sebetulnya bukan fotografer. Dia wartawan tulis. Begitu melihat truk TNI bermuatan penuh suporter bola, dia memotretnya. Tahu dipotret semua merangsek ke samping. Tak imbang, truk jatuh, suporter tumpah. Ekspresi tumpahnya puluhan orang ini yang luar biasa. Ya, sopirnya, ya para boneknya. Benar-benar foto kelas juara dunia. Anda bisa melihatnya di lantai 4 Gedung Graha Pena. Atau google saja, pasti ada. Apakah jepreten "Sho" pada 1996 yang memenangkan World Press Photo ini kebetulan? "Iya, tapi kebetulan yang diusahakan. Itulah hasil wartawan yang rajin ke lapangan. Jika dia hanya di kantor saja, tanpa keliling-keliling tak akan mendapatkan itu," kata DI yang sangat mengkhawatirkan pemirsa takut menyalahartikan "faktor kebetulan" Bu Nur. Sho menerima hadiahnya di Belanda. Bonusnya keliling Eropa. Bu Nur, perempuan 70 tahun yang masih cantik ini, memang sangat ahli melihat apa pun selalu ada hikmahnya. Termasuk tragedi pabrik dan kantornya terbakar habis dan rata dengan tanah pada 1990. "Di saat kami tertimpa musibah itu, justru ada bank yang menawari kami kredit. Saya pinjam Rp 50 juta, malah diberi Rp 150 juta. Akhirnya, kami malah punya empat pabrik dan rumah," katanya. Sejak itu, PT Paragon Technology and Innovation (PTI) yang didirikan Nurhayati pada 1985, leluasa membuat aneka produk, termasuk kosmetika "halal" untuk kaum muslimah yang digagas bersama Pondok Pesantren Hidayatullah. Wardah. Kebetulan datang mengikuti kelahiran Wardah pada 1995. Anak-anaknya sudah mau bergabung membesarkan PTI. Anak pertama Salman Subakat, pada 2002 dan anak kedua, Harman Subakat pada 2003. Dua-dua, lulusan ITB, seperti ibu dan bapaknya, Subakat Hadi. "Saya akui masuknya anak-anak sangat memperkuat manajemen Paragon. Saya memperkuat akarnya, anak-anak membesarkan pohonnya," kata perempuan kelahiran asal Padang Panjang, yang ditinggal wafat ayahnya, Abdul Muin Saidi (Ketua Muhammadiyah Padang Panjang) pada saat dia baru SMP (Diniyah Putri) ini. Kebetulan berikutnya? "Sejak anak-anak masuk, tim marketing dikuati, hijab makin booming. Wardah makin diterima. Akhir 2000-an, kenaikan Wardah dahsyat. Bisa mencapai 100 persen bahkan 130 persen," katanya. "Padahal, ketika kita launching kosmetika halal, banyak yang tertawa. Kosmetika kok halal, kayak makanan saja. Tapi, seiring waktu, bisa diterima." Begitu boomingnya penjualan Wardah pada 2012, pabrik penuh. "Harus segera bikin pabrik baru," katanya. Nah, dua kebetulan datang lagi. Kebetulan pertama ada pabrik yang dijual. Kedua, ada mesin dari Korea yang lebih murah, ready stock, dan kualitasnya sama dengan Eropa. Maka, pabrik yang overload itu pun segera teratasi. Key words-nya: kebetulan-kebetulan yang diusahakan. Artinya, sudahkah kita melakukan sesuatu, berusaha sesuatu, ihtiar sesuatu, lalu menunggu momen kebetulannya. Bukan, doing nothing, tapi menunggu faktor kebetulannya. Itu yang mustahil dalam kamus kehidupan ini. Salam! Ali Murtadlo, Kabar Gembira Indonesia (KGI)

Sumber: