Ekonomi Melambat, Kontribusi UMKM Ikut Melorot

Ekonomi Melambat, Kontribusi UMKM Ikut Melorot

Surabaya, Memorandum.co.id - Pandemi corona meruntuhkan kekuatan UMKM yang merupakan salah satu nadi perekonomian di Jawa Timur. Penyerapan tenaga kerja mencapai 97 persen, kini ikut terancam gulung tikar bila tidak ada upaya campur tangan pemerintah. Ketua Kadin Jatim, Adik Dwi Putranto mengatakan, tidak seperti krisis di tahun 1998 di mana UMKM masih bisa berjaya dan tidak mengalami perlambatan, krisis akibat Covid-19 ini justru telah mengempas kinerja UMKM di Jatim. "Keberadaan UMKM di Indonesia ini sangat strategis. Atas dasar itulah kemudian Kadin Jatim berusaha memberikan masukan dan solusi melalui diskusi ini. Tetap semangat, tetap optimis dan jangan mengeluh karena ini harus dihadapi," tegas Adik Dwi Putranto dalam diskusi virtual "NgabuburIT Kadin Jatim", kemarin. Jumlah UMKM di seluruh Indonesia mencapai 63 juta UMKM, sekitar 9,7 juta berada di Jatim dan telah menyerap 97 persen tenaga kerja. "Kontribusinya terhadap ekonomi Jatim sangat mendominasi, yaitu sebesar 90 persen," tegas dia. Aturan social distancing atau physical distancing dan aturan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) membuat ekonomi menjadi stagnan dan melambat. Banyak industri, mulai skala besar hingga skala kecil yang gulung tikar, termasuk usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM). Senada diutarakan Wakil Ketua Umum Perdagangan Internasional & Promosi Luar Negeri Kadin Jatim, Tommy Kaihatu bahwa kondisi UMKM di saat krisis akibat Covid-19 memang jauh berbeda dengan kondisinya di saat krisis 1998. Owner Coffee Toffee dan Wakil Ketua Komite Tetap Promosi Produk UKM Kadin Jatim, Odi Anindito mengatakan, masyarakat tak lagi bisa bersosialisasi dengan leluasa, semuanya harus dibatasi. Padahal Coffe Toffee adalah bisnis sosial yang menyediakan tempat untuk masyarakat berinteraksi dan bersosialisasi. "Hingga pertengahan Maret kemarin, penjualan dan omset kami drop hingga 90 persen," kata dia. Lanjut Odi Anindito, kondisi seperti ini tidak pernah dirasakan sejak Coffe Toffee berdiri 13 tahun silam. "Hampir seluruh gerai kafe, bahkan ada yang penjualannya 0 persen. Untuk mengatasinya kami melakukan efisiensi, melakukan cara dan ide baru yang belum kami gali," ujar Odi. Menurutnya, inovasi produk dan layanan harus diselaraskan dengan kata kunci yang ditetapkan pemerintah, di antaranya adalah "stay at home" dan "protokol kesehatan". Di Coffe Toffee, produk yang dijual akhirnya dimodifikasi, ada yang kemasan satu liter agar bisa diminum bersama sekeluarga. Selain itu, varian produk juga lebih mengedepankan protokol kesehatan karena konsumen saat pandemi sangat sensitif terhadap isu kesehatan. "Bagaimana protokol dilaksanakan dengan ketat, bagaimana kepedulian atas kesehatan dan keselamatan konsumen. Kami berusaha bangun kepercayaan. Hasilnya, revenue saat ini sudah kembali naik 30 persen hingga 40 persen sehingga managemen bisa membiayai operasional kafe dan gaji karyawan," ujarnya. Di sisi lain, Owner Handmadeshoesby, Delvation store, Tom Liwafa, yang sekaligus menjabat sebagai Wakil Ketua Komite Tetap Pengendalian Impor Kadin Jatim mengatakan, di masa pandemi, UMKM dituntut lebih peka terhadap potensi pasar yang bakal booming. UMKM harus bisa membaca tren yang bakal digemari konsumen. Karena pandemi ini memiliki dua sisi yang tidak sama, sisi negatif dan sisi positif. Head Government Relations East Java, Bali & Nusa Tenggara at Gojek dan Wakil Ketua Komite Tetap Usaha Telekomunikasi dan Data Kadin Jatim, Boy Arno Muhamad mengatakan, platform digital mau tidak mau harus menjadi solusi dan harus dilakukan oleh UMKM di saat pandemi. "Tidak kalah pentingnya adalah penggunaan teknologi dalam memasarkan produk atau digital marketing," terang dia. (day)

Sumber: