Urgensi RKUHAP, Guru Besar FH UNAIR Tegaskan Pentingnya "Check and Balance" Kewenangan Antar Penegak Hukum

Urgensi RKUHAP, Guru Besar FH UNAIR Tegaskan Pentingnya

Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Airlangga (FH UNAIR), Prof. Dr. Nur Basuki Minarno--

SURABAYA, MEMORANDUM.CO.ID - Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Airlangga (FH UNAIR), Prof. Dr. Nur Basuki Minarno, turut soroti Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RKUHAP).

Ia menegaskan bahwa pembaruan hukum acara pidana di Indonesia tak cukup jika hanya bersifat teknis, tetapi juga harus mendasar dan sistemik.

BACA JUGA:Dekan FH UWG Turut Bersuara Terkait KUHAP Maret 2025


Mini Kidi--

Menurutnya, RKUHAP harus mampu menghadirkan sistem peradilan pidana terpadu (integrated criminal justice system) melalui pembagian kewenangan yang jelas dan sinergitas antar lembaga penegak hukum.

"Perlu diatur secara eksplisit pembagian kewenangan atau differensial fungsional antara kepolisian, kejaksaan, pengadilan, lembaga pemasyarakatan, dan advokat agar tidak terjadi tumpang tindih. Dengan kewenangan yang tegas, sinergitas antar sub-sistem bisa dibangun dalam kerangka koordinasi yang setara," tegas Prof. Basuki dalam pernyataannya, Rabu 8 Mei 2025.

BACA JUGA:Soal RKUHAP 2025, Begini Pendapat Ahli Hukum UB

Menurutnya, pendekatan terhadap sistem peradilan pidana harus didesain sebagai satu kesatuan yang utuh, bukan fragmentaris. Pilihan terhadap pendekatan sistem secara otomatis meniscayakan hadirnya sub-sistem peradilan pidana yang kuat, yakni kepolisian, kejaksaan, pengadilan, lembaga koreksi, dan advokat.

"Masing-masing institusi itu harus memiliki distribusi kewenangan yang jelas dan tidak saling mendominasi, agar memungkinkan terjadinya koordinasi fungsional yang setara," ujarnya.

BACA JUGA:Akademisi Hukum se-Jawa Timur Kritisi RUU KUHAP

Lebih jauh, Prof. Basuki menekankan bahwa dalam sistem hukum yang terintegrasi, setiap sub-sistem harus diposisikan sebagai “pengendali perkara” dalam domainnya masing-masing.

Artinya, semua lembaga penegak hukum (Baik kepolisian sebagai penyelidik dan penyidik, kejaksaan sebagai penuntut, pengadilan sebagai pemberi keputusan, maupun advokat sebagai pendamping pencari keadilan) harus duduk setara secara fungsional. 

"Koordinasi fungsional yang setara akan memastikan bahwa tidak ada satu institusi yang mendominasi proses. Tidak boleh ada intervensi lintas kewenangan. Setiap sub-sistem harus sadar pada batas perannya. Inilah prasyarat penting untuk membangun sistem peradilan pidana yang profesional dan akuntabel," terang Prof. Basuki.

BACA JUGA:APH dan Akademisi Bersatu Ngaji Bareng di FH UM Jember Bahas Implementasi Keadilan Restoratif dalam RUU KUHAP

Sumber: