Pengaduan ke Posko THR Bakal Melonjak
Surabaya, memorandum.co.id - Pengaduan buruh soal tunjangan hari raya (THR) ke Posko THR 2020 bakal melonjak dibandingkan tahun sebelumnya. Hal ini terkait dengan banyaknya perusahaan yang terkena dampak Covid-19. Koordinator Posko THR 2020 Habibus Shalihin mengungkapkan dengan melihat kondisi yang ada, bisa jadi pengaduan yang masuk ke posko soal THR bakal tembus di atas 2.000 pengaduan. Bahkan sejak di buka per 1 Mei lalu, posko sudah menerima sekitar 56 pengaduan perorangan. "Pada 2019 pengaduan yang masuk sekitar 650 dan itu turun dibandingkan 2018. Nah, untuk tahun ini kami prediksi akan melonjak drastis," kata Habibus Shalihin. Ancaman bagi pekerja/buruh yang masih aktif bekerja adalah gagalnya pembayaran THR. Para pengusaha kini juga mengajukan permohonan ke pemerintah untuk membayar THR dengan cara mencicil akibat keuangan perusahaan terpuruk yang merupakan klaim sepihak dari pengusaha. Masih lanjut dia, maka dalam Ramadan kali ini pihaknya harus kerja ekstra karena akan banyak pengaduan yang masuk. Dan diperkirakan, jenis pengaduan berupa perusahaan tidak bayar THR, bayar THR tidak sesuai ketentuan hingga bayar THR dengan cara diangsur. Tidak hanya itu, bisa saja perusahaan hanya memberi sembako sebagai pengganti THR. Ia menambahkan pihaknya akan memfasilitasi para buruh yang selama ini banyak dilanggar oleh perusahaan, khususnya pada saat wabah seperti ini. Adapun dasar hukum kebijakan/aturan terkait dengan pemberian THR bagi pekerja/buruh, sebelumnya pemberian THR diatur dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja (Permenaker) Nomor Per-04/MEN/1994 tentang Tunjangan Hari Raya Keagamaan bagi Pekerja di Perusahaan. Peraturan tersebut diubah menjadi Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2016 tentang Tunjangan Hari Raya Keagamaan Bagi Pekerja/Buruh di Perusahaan serta Peraturan Pemerintah 78 tentang Upah. Pekerja/buruh yang telah mempunyai masa kerja 12 bulan secara terus-menerus atau lebih mendapatkan THR sebesar 1 bulan upah. Sedangkan, pekerja yang mempunyai masa kerja mulai dari 1 bulan secara terus-menerus, tetapi kurang dari 12 bulan, maka mendapatkan THR dengan besaran proporsional yaitu perhitungan masa kerja/12 x 1 (satu) bulan upah. "Bahkan, terhadap buruh/pekerja yang putus hubungan kerja terhitung sejak 30 hari sebelum jatuh tempo hari raya keagamaan berhak atas THR. Pembayaran THR wajib dibayarkan oleh perusahaan selambat-lambatnya 7 hari sebelum hari raya keagamaan," ungkap dia. Dalam kesempatan itu diungkapkan juga pengaduan pelanggaran THR yang masuk pada tahun 2019 sedikitnya 650 buruh yang melaporkan ke Posko THR. Sebaran pelanggaran THR terjadi di tujuh perusahaan di lima kabupaten/kota di Jatim. Yaitu, Surabaya, Sidoarjo, Gresik, Kabupaten Pasuruan, Kabupaten Jember. Bahwa korban pelanggaran THR didominasi pekerja kontrak/outsourcing dan harian lepas. Pegawai tetap juga THR -nya dilanggar terutama mereka yang dalam proses PHK. Modusnya adalah para buruh kontrak atau outshorching dan tenaga harian lepas yang karena statusnya tidak berhak THR, alasan berikutnya adalah karena tidak mampu. Modus lainnya adalah berdalih buruh dalam proses PHK dan juga ada beberapa juga yang membayar dengan cara mencicil. Namun, berdasarkan keterangan pengadu pada tahun sebelumnya yaitu pemberian THR tidak sesuar dengan aturan. Untuk diketahui Posko THR 2020 dibuka 1 Mei. Posko ini bentuk oleh Lembaga Bantuan Hukum Surabaya (YLBHI - LBH Surabaya) bersama Dewan Perwakilan Wilayah Federasi Serikat Pekerja Metal (DPW - FSPMI) Jawa Timur dan Konfedarasi Rakyat Pekerja Indonesia (KRPI) sampai pada H-5 Idul Fitri. (udi/tyo)
Sumber: