Integritas Aparat Penegak Hukum Jadi Syarat Penting Sebelum Penerapan RUU KUHP Baru

Prof. Topo Santoso, Guru Besar Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Indonesia--
JEMBER, MEMORANDUM.CO.ID - KUHP baru akhirnya menjadi prioritas pembahasan dalam program legislasi nasional (prolegnas) tahun ini. Undang-undang yang telah dibicarakan selama puluhan tahun ini akan segera menggantikan KUHP lama warisan kolonial Belanda.
Ini merupakan sebuah pencapaian besar dan lompatan hukum yang digadang-gadang lebih sesuai dengan nilai-nilai keadilan masyarakat Indonesia. Namun, ada satu syarat penting yang tak boleh diabaikan sebelum benar-benar diterapkan: integritas aparat penegak hukum.
BACA JUGA:Rancangan KUHAP Tuai Pro Kontra, Ada Apa?
Prof. Dr. Topo Santoso, S.H., M.H. (Guru Besar Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Indonesia / Tim Ahli Mahkamah Agung RI / Tim Perumus KUHP Nasional), yang hadir secara khusus mengisi Kuliah Umum yang bertajuk "Menyongsong KUHP Nasional Peluang dan Tatananya" yang di selenggarakan oleh Konsentrasi Pidana FH Unej Jember
Menurut Topo Santoso perbedaan paling mendasar antara KUHP lama dan baru adalah pembuatnya. “KUHP lama dibuat oleh Belanda, KUHP baru dibuat oleh kita sendiri. Itu yang utama,” kata Jum'at 14 Febuari 2025.
Dengan dibuat oleh bangsa sendiri dan dalam suasana kemerdekaan, KUHP baru lebih menyerap rasa keadilan masyarakat. Struktur dan sistematikanya pun lebih sesuai dengan teori hukum pidana modern.
“KUHP baru ini lebih sistematis, lebih sesuai dengan doktrin, teori, dan asas hukum pidana,” ujarnya.
BACA JUGA:RUU Kejaksaan dan RUU KUHAP, Begini Respons Pakar Hukum
Bahkan, dibandingkan banyak negara lain, Indonesia sebenarnya sudah tertinggal dalam pembaruan hukum pidana. “Negara-negara di Indo-China yang ekonominya di bawah kita saja sudah lebih maju dari berbagai aspek hukum pidananya. Kita baru mengejar sekarang,” ungkapnya.
Menurutnya, salah satu pembaruan besar dalam KUHP baru adalah pengakuan korporasi sebagai subjek pidana. Artinya, tidak hanya individu, tetapi juga perusahaan bisa dikenai hukuman pidana. Selama ini, sistem hukum Indonesia cenderung melihat kejahatan sebagai tindakan individu, padahal dalam banyak kasus, perusahaan juga bisa menjadi aktor utama dalam pelanggaran hukum.
Selain itu, KUHP baru juga mengatasi masalah over-kriminalisasi yang selama ini terjadi. Selama ini, hampir semua pelanggaran hukum dianggap harus berujung pada hukuman penjara. Padahal, menurut Tim Perumus KUHP Nasional ini, dunia sudah berkembang jauh.
BACA JUGA:Prinsip Dominus Litis untuk Menjamin Keselarasan Penegakan Hukum dalam RUU KUHAP
Hukuman kini tidak hanya berupa kurungan, tetapi bisa berbentuk kerja sosial, pengawasan, hingga denda. “Selama ini kita sangat tertinggal dalam cara memandang hukuman. Di negara lain, varian hukuman jauh lebih berkembang,” ucapnya.
Sumber: