Perusahaan Tak Beroperasi, Direktur Palsukan Dokumen Pengiriman Batu Bara

Perusahaan Tak Beroperasi, Direktur Palsukan Dokumen Pengiriman Batu Bara

Terdakwa Mujiono dan Ricky Aditya Ardianto disidang secara video call di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya.-Ferry Ardi Setiawan-

SURABAYA, MEMORANDUM.CO.ID - Segala cara dilakukan Mujiono, Direktur CV Dharma Putra Nusantara (DPN) dan Ricky Aditya Ardianto, admin legal perusahaan untuk bisa tetap mengais rupiah. 

BACA JUGA:Manfaatkan Struk ATM Bekas, Palsu Dokumen

Mulai dari memalsukan dokumen, mencatut nama perusahaan lain, hingga tak mau kehilangan uang Rp 1,8 juta per kontainer setiap pengiriman batu bara dari Balikpapan, Kalimantan Timur ke Surabaya.

Padahal jelas, sejak Januari 2024, CV DPN yang mengantongi izin usaha pertambangan operasi produksi (IUP-OP) sudah tidak beroperasi lagi karena rencana kegiatan dan anggaran biaya belum disahkan Ditjen Kementerian Energi Sumber Daya Mineral. 

Tetapi kenyataan di lapangan, kedua terdakwa ini masih tetap melayani pembuatan dokumen pengiriman barang tambang perusahaan-perusahaan lain. 

BACA JUGA:Palsu Surat Tanah, Divonis 8 Bulan

Dalam dakwaan yang dibacakan jaksa penuntut umum (JPU) Estik Dilla Rahmawati bahwa sudah ada empat perusahaan yang dibuatkan dokumen palsu pengiriman batubara oleh para terdakwa. 

Yaitu PT Hasim Jaya Sakti, PT Sumber Agung Prima, PT Bornava Indobara Mandiri, dan CV Rukun Abadi. Perusahaan-perusahaan itu akan mengirim total 45 kontainer dan membutuhkan dokumen pengiriman.

BACA JUGA:Sidang Bisnis Investasi Tambang Batu Bara, Mantan Gubernur Jatim Tertipu Rp 8 Miliar

Untuk memuluskan aksinya, para terdakwa ini membuat surat keterangan asal barang (SKAB), penerimaan negara bukan pajak (PNPB), laporan hasil verifikasi (LHV) dari PT Indo Borneo Inspeksi Services (PT IBIS) dan Shipping Instruction (SI). Mujiono memerintahkan Ricky memalsukan surat-surat tersebut. Salah satunya dokumen LHV yang seolah-olah dikeluarkan PT IBIS.

BACA JUGA:Sidang Kasus Korupsi Pengadaan Batu Bara di PT PJU

"Ricky mengedit dengan memasukkan nomor dan tanggal, data nama kapal, jumlah muatan, nomor tanda penerima negara serta pelabuhan tujuan," ungkap jaksa Dilla. 

Tambah Dilla, LHV yang dibuat kedua terdakwa dipastikan palsu karena PT IBIS tidak pernah mensurvei hingga menerbitkan LHV kepada empat perusahaan yang dimaksud. 

"Surat yang seolah-olah benar berupa LHV tidak pernah diterbitkan dan ditandatangani Muhammad Aditya Kusuma Wardhana dari PT IBIS," tambah jaksa Dilla.

Sumber: