Pemkab Sidoarjo Libatkan Pemdes Perbesar Bansos Covid-19, LSM Teriak
Sidoarjo, Memorandum.co.id - Wakil Bupati Sidoarjo, Nur Ahmad Syaifuddin mempersilakan pemerintah desa (Pemdes) untuk menambah jumlah bantuan sosial (bansos) yang disalurkan ke warganya masing-masing, jika jumlah bantuan sosial yang disalurkan pemerintah Kabupaten (Pemkab) dirasa kurang. “Dananya diambilkan dari APBDes saja. Silakan anggarannya dialihkan untuk pengadaan bantuan sosial seperti ini,” katanya pada awak media yang mewawancarainya usai rapat koordinasi dengan instansi terkait di ruang transit Pendopo Delta Wibawa Sidoarjo, Selasa (14/4/2020). Lebih lanjut dikatakannya, bantuan sosial yang akan disalurkan berupa 5 kg beras, mie instan, gula dan juga minyak goreng yang total senilai Rp 150 ribu per paketnya. Sedangkan jumlah paket yang disalurkan sebanyak 135 ribu buah. “Kalau dibagi rata, tiap-tiap desa akan kebagian sekitar 380 paket. Tapi sudah pasti tidak rata karena peta kemiskinan di tiap-tiap desa berbeda. Hanya saja ada kemungkinan jumlah itu bertambah karena dampak penyebaran virus corona ini,” ujar pejabat yang akrab dengan panggilan Cak Nur itu. Rencananya, penyaluran bantuan itu akan dilakukan serentak mulai 20 April mendatang. Sedangkan bantuan periode kedua akan dibagikan pada Mei mendatang. Hanya saja tanggalnya masih belum ditentukan. Untuk proses distribusinya, pihaknya akan menggunakan Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) dari Kementerian Sosial. Namun menurutnya data itu akan diverifikasi ulang agar penyalurannya tepat sasaran. Sementara itu, Plt Kepala Dinas Sosial, Misbakhul Munir mengatakan, hasil verifikasi data ini akan ditandatangani oleh masing-masing Kepala Desa yang diketahui oleh aparat Bintara Pembina Keamanan dan Ketertiban Masyarakat (Babinkamtibmas) polsek dan Bintara Pembina Desa (Babinsa) koramil setempat. Ketiga pejabat itulah yang bertanggungjawab sepenuhnya atas akurasi data penyaluran bantuan sosial yang dibiayai APBD sebesar Rp 45 Miliar tersebut agar benar-benar tersalurkan pada masyarakat yang benar-benar berhak. Selain itu, Cak Nur juga berjanji akan menyalurkan bantuan sosial lainnya pada masyarakat yang berasal dari sumbangan para pengusaha di Sidoarjo. “Ini tadi ada 20 ton beras dari Pondok Chandra dan masih ada sumbangan bahan pangan lainnya dari beberapa pengusaha yang sudah telepon langsung ke saya,” imbuhnya. Sedangkan bantuan lainnya sebanyak 24.600 paket yang juga berasal dari APBD masih disimpan. “Kita lihat perkembangannya dulu. Termasuk sasaran dan skema pembagiannya akan dibicarakan kemudian. Tapi yang pasti yang 135 ribu paket untuk warga miskin itu telah siap disalurkan,” pungkas Cak Nur. Di sisi lain, penyaluran bantuan sosial (bansos) pada warga miskin yang dirancang Pemkab Sidoarjo dianggap kurang tepat karena terjadi penumpukan dengan program serupa yang dijalankan pemerintah pusat. “Jika mengacu pada pernyataan Cak Nur (Wakil Bupati Sidoarjo-red) bahwa basis data yang dipakai untuk penyaluran bantuan itu adalah DTKS (Data Terpadu Kesejahteraan Sosial-red) maka dipastikan sasarannya sama dengan Program Keluarga Harapan (PKH) dari Kementerian Sosial,” ujar Koordinator Pusat Studi Kebijakan Publik dan Advokasi (Pusaka) Sidoarjo, Fatihul Faizun. Ia menambahkan, berdasarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) No 1 tahun 2020 bahwa tahun ini besaran bansos bagi PKH itu akan digandakan untuk menolong masyarakat yang terdampak wabah Covid-19. “Ini penumpukan namanya. Satu obyek bisa menerima lebih dari satu bantuan karena PKH itu juga berbasis DTKS. Sedang di sisi lain masih banyak warga Sidoarjo yang termiskinkan karena wabah ini. Misalnya pekerja sektor informal dan juga pengusaha kecil,” tandas aktivis yang kerap dipanggil Paijo itu. Ia minta pemkab Sidoarjo ikut memikirkan warga kota delta yang sebelumnya tidak masuk dalam data kemiskinan namun kehilangan sumber penghidupan mereka karena kebijakan physical distancing yang dicanangkan pemerintah. Namun untuk itu, Pemkab harus melakukan pendataan secara akurat terhadap warga termiskinkan itu. Paijo menyarankan untuk menggunakan tenaga outsourcing untuk melakukan tugas tersebut sebagai bentuk program padat karya yang menolong perekonomian rakyat. “Jadi jangan hanya berpikir memberi rakyat bahan pangan saja yang itupun rentan tidak tepat sasaran dan mengabaikan konsep keadilan. Belum lagi urusan kerawanan penyimpangan penggunaan anggaran karena proses pengadaan bahan pangan tersebut tidak dilakukan melalui tender terbuka,” katanya. Menurutnya, kebijakan semacam itu hanya akan menguntungkan pengusaha besar sebagai penyedia bahan pokok yang rawan penyimpangan. “Pernah tidak Pemkab berpikir untuk membeli bahan pangan dari toko-toko peracangan milik warga sehingga merekapun tertolong. Jadi semua orang mendapat manfaat,” pungkas Paijo.(lud/jok)
Sumber: