Pj Bupati Heru Suseno Resmikan Batik Lurik Bhumi Ngrowo, Khas Tulungagung
Pj Bupati Tulungagung Heru Suseno bersama Sekda Tri Hariadi, dan instansi terkait di peluncuran Batik Lurik Bhumi Ngrowo.--
Kemudian secara garis besar batik ini menceritakan sejarah tentang Kota Marmer dengan cara mengingat kembali bahwa Tulungagung memiliki Prasasti Lawadan dan histori Daerah Ngrowo.
BACA JUGA:Tekan Angka Backlog Perumahan, Pemkab Tulungagung Gelar Perkim Expo 2024
Batik khas ini merupakan pakaian yang mengekspresikan identitas masyarakat Tulungagung.
Pakaian ini memakai bentuk khas tradisional jawa. Untuk laki-laki menggunakan atasan bermotif Batik Lurik Bhumi Ngrowo, memakai Udeng Tulungagungan dan bawahan warna hitam. Bagi wanita memakai atasan bergaya kutu baru dan juga bawahan hitam.
Pakaian batik khas Tulungagung ini memadukan warna hitam dan coklat keemasan. Dalam budaya Jawa warna hitam mempunyai arti keberanian, kebijaksanaan, dan kesetaraan.
BACA JUGA:Pemkab Tulungagung Bantah Klaim Sejumlah Pulau di Wilayah Kabupaten Trenggalek
Maka dari itu, warna hitam sering kali muncul dan mendominasi dalam berbagai jenis pakaian kebesaran. Seperti pakaian kerajaan, busana pengantin, hingga pakaian batik tradisional.
Arti warna coklat secara umum adalah untuk memberikan kesan anggun, elegan dan klasik. Warna coklat keemasan melambangkan kestabilan, keamanan, keseimbangan, dan keakraban. Memberikan sensasi teduh kepada siapa saja yang melihatnya. Orang yang suka dengan warna coklat cenderung mempunyai sifat ramah.
Selanjutnya, kombinasi kedua warna ini menciptakan kontras visual yang mencolok, menawarkan keseimbangan antara keanggunan dan kesan membumi.
BACA JUGA:Pemkab Tulungagung Bersama Bea Cukai TMP C Blitar Musnahkan Rokok dan Miras Ilegal
"Ini sekaligus upaya Pemkab Tulungagung dalam menguri - uri budaya dan sejarah Kabupaten Tulungagung. Setiap peristiwa yang memiliki makna sejarah merupakan guru terbaik yang mengajarkan bagaimana menemukan identitas kita sebagai bangsa. Semakin lengkap pemahaman kita tentang sejarah maka semakin dekat juga kita mengenal dan mengerti diri kita. Sebaliknya, yang buta sejarah berarti telah kehilangan identitas diri.
Wong Jowo Ojo Nganti ilang Gowone. Artinya orang jawa jangan sampai kehilangan jati diri sebagai orang jawa," paparnya. (fir/fai)
Sumber: