10 Perkara Oharda dan 1 Perkara Narkotika Dihentikan Penuntutannya Berdasarkan Keadilan Restoratif
10 Perkara Oharda dan 1 Perkara Narkotika Dihentikan Penuntutannya Berdasarkan Keadilan Restoratif--
SURABAYA, MEMORANDUM - Dalam rangka melaksanakan penegakan hukum yang berorientasi pada konsep atau pendekatan Keadilan Restoratif, Kajati Jatim, Dr. Mia Amiati, SH, MH, CMA, CSSL melaksanakan ekpos di hadapan Jam Pidum melalui sarana virtual dengan mengajukan 11 perkara yang dimohonkan penghentian penuntutan berdasarkan Keadilan Restoratif, Selasa 30 Juli 2024.
Dalam kegiatan tersebut, Kajati Jatim didampingi Aspidum, Koordinator dan para Kasi pada Bidang Pidum Kejati Jatim bersama-sama dengan Kajari Kota Surabaya, Jember, Kota Kediri, Kajari Jombang, Kajari Tanjung Perak dan Kajari Tuban.
10 Perkara Orharda terdiri dari :
- 4 perkara penganiayaan yang memenuhi ketentuan pasal 351 ayat (1) KUHP yang diajukan oleh Kejari Jombang, Sumenep, Kota Kediri dan Kejari Tuban (masing-masing 1 perkara);
- 2 perkara perlindungan anak yang memenuhi ketentuan pasal 80 ayat (1) sub 76 c UU RI no.35 tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, yang diajukan oleh Kejari Sumenep dan Kejari Surabaya;
- 2 perkara laka Lantas yang memenuhi ketentuan pasal 310 ayat (4) Undang-Undang RI no. 22 tahun 2009 tentang lalu Lintas Dan Angkutan Jalan, yang diajukan oleh Kejari Tuban dan Kejari Jember;
- 1 perkara pencurian yang memenuhi ketentuan pasal 362 KUHP yang diajukan oleh Kejari Tanjung Perak
BACA JUGA:Kajati Jatim Resmikan Rumah Restoratif Justice di Universitas Trunojoyo Madura
BACA JUGA:12 Perkara di Kejati Jatim Dihentikan Penuntutannya Berdasarkan Keadilan Restoratif
- 1 perkara penipuan atau penggelapan disangka melanggar ketentuan Pertama : pasal 378 jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP atau Kedua : pasal 372 jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
1 Perkara Penyalahgunaan Narkotika :
Diajukan oleh Kejari Surabaya atas nama tersangka Agus Suprajogi bin Suyoto dimana perbuatan tersangka diatur dan diancam pidana dalam pasal 127 ayat (1) huruf a Undang-Undang RI nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika.
"Penyelesaian perkara pidana melalui mekanisme penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif menjadi bukti bahwa negara melalui penegak hukumnya hadir memberikan humanisme dalam penegakan hukum dalam rangka menciptakan rasa keadilan di tengah-tengah masyarakat," ujar Kajati Jatim Mia Amiati.
Ditambahkannya, melalui kebijakan restorative justice, diharapkan tidak ada lagi masyarakat bawah yang tercederai oleh rasa ketidakadilan.
"Meskipun demikian, perlu juga untuk digarisbawahi bahwa keadilan restoratif bukan berarti memberikan ruang pengampunan bagi pelaku pidana untuk mengulangi kesalahan serupa," ujarnya.
Permohonan pengajuan Penghentian Penuntutan berdasarkan Keadilan Restoratif tersebut harus memenuhi syarat sebagai berikut:
- Tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana yang ancaman pidananya tidak lebih dari 5 tahun penjara;
- Telah ada kesepakatan perdamaian antara Korban dan Tersangka dan hak korban terlah dipulihkan Kembali serta masyarakat merespons positif dan khusus untuk Perkara Penyalahgunaan Narkotika, penghentian penuntutan harus mempertimbangkan bahwa tersangka hanya sebagai penyalahguna narkoba untuk dirinya sendiri (end-user);
- tersangka tidak berperan sebagai produsen, bandar, pengedar dan kurir terkait jaringan gelap narkotika;
- tersangka bukan merupakan residivis kasus narkotika ; tersangka tidak pernah dimasukkan dalam Daftar Pencarian Orang (DPO);
- sudah ada Surat Rekomendasi Tim Asesmen Terpadu BNNK setempat dan tim dokter yang menyatakan dan kesimpulan terhadap tersangka layak untuk direhabilitasi. (*)
Sumber: