Mantan Wakil Ketua KPK Dicecar di Kasus Dugaan Korupsi ASDP

Mantan Wakil Ketua KPK Dicecar di Kasus Dugaan Korupsi ASDP

Mantan Wakil Ketua KPK Amien Sunaryadi, bersaksi untuk meringankan terdakwa tiga mantan direktur PT ASDP Ferry Indonesia, 17 Oktober 2025.--

Banyak pengamat hukum lain juga melihat pasal ini serta sering disalahgunakan sehingga menjadi “pasal karet” untuk menjerat seseorang. Sejak diberlakukannya UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, penerapan Pasal 2 dan 3 telah memunculkan pro-kontra, khususnya terkait risiko kriminalisasi kebijakan yang mengutamakan kerugian negara ketimbang niat jahat (mens rea).

Kekhawatiran ini kerap menghantui pejabat publik dan BUMN dalam mengambil keputusan strategis demi kepentingan masyarakat. Karena itu Amien bersama 11 tokoh lainnya meminta pasal ini dicabut dan lembaga anti korupsi fokus pada suap dan gratifikasi seperti yang dijalankan negara lain. 

BACA JUGA:Tancap Gas, Puluhan Saksi Akan Diperiksa Marathon Terkait Dugaan Korupsi Proyek Pengerukan Kolam Pelindo 3

Dia mencontohkan akibat penggunaan pasal 2 dan 3, itu banyak pejabat BUMN yang sekarang tidak berani mengambil langkah inovatif dan itu membuat Indonesia tidak bisa tumbuh. Dia mencontohkan di Pertamina, misalnya, mereka tahu Indonesia punya 128 cekungan yang berisi minyak dan gas bumi. Tapi untuk mendapatkannya mereka harus mengebor dan dari 10 ladang yang dibor biasanya hanya 3 yang berhasil dan 7 yang gagal. Meski begitu 3 yang berhasil itu hasilnya bisa menutup biaya 7 sumur lainnya. 

“Tapi para pejabat BUMN itu ogah mengebor. Mereka takut dikriminalisasi karena sekarang aparat hukum hanya fokus pada 7 sumur yang dianggap merugikan negara. Pertamina takut ngebor. Terakhir ngebor itu tahun 1967. Itu sebabnya Pertamina pilih impor minyak. Duit kita mengalir ke Menteri Keuangan Angola, karena kita impor dari sana,” ujar mantan Ketua SKK Migas (Satuan Kerja Khusus Pelaksana KEgiatan USaha Hulu Minyak dan Gas Bumi).

BACA JUGA:Dugaan Korupsi PT Pelindo Sub Regional 3, Kejari Tanjung Perak Akan Analisis BB Elektronik dan Panggil Saksi

Hakim juga ikut mencecar Amien. “Kalau Anda melihat kasus ASDP ini, ada perbedaan penghitungan nilai aset dari penuntut dan pembela, menurut Anda kasus ini sebaiknya bagaimana? Apakah kembali dilakukan penyelidikan, atau diteruskan ke gugatan perdata, atau pidana?” tanya Sunoto, ketua majelis hakim

Amien bercerita dulu di masa memimpin KPK tahun 2004, semua kasus yang akan diangkat ke pengadilan itu selalu diputuskan bersama lima pimpinan KPK. “Jadi, benar-benar berkas perkara itu siap,” katanya.

Menurutnya kasus ASDP itu harus kembali dilakukan penyelidikan. Dia mencontohkan kalau ingin menguji nilai kapal dari perusahaan penilai publik (Kantor Jasa Penilai Publik). "Maka ya tanya ke pada penilai perusahaan itu, yakni P2PK (Pusat Pembinaan Profesi Keuangan (sekarang menjadi Direktorat Pembinaan dan Pengawasan Profesi Keuangan). Jangan tanya ke dosen atau akademisi. Kalau ke dosen kita tanya ujian saja,” ujarnya. 

BACA JUGA:Pelindo Regional 3 Kooperatif, Hormati dan Dukung Proses Hukum Kejari Tanjung Perak

Hakim Sunoto pun menyela kembali, “Tapi ini kan ada chat-chat yang disedot dari Whatsapp yang seolah-olah pengkondisian harga?” Amien dengan tenang menjawab dia dulu audit forensic.

“Yang harus dilihat dari chat-chat itu apakah ada kata-kata yang berisi tentang suap dan kickback. Kalau chat biasa pembeli dan penjual itu wajar,” ujarnya. 

Dia mencontohkan, selama di KPK dia itu menyusun 3.000 daftar kata yang berasosiasi dengan suap dan kickback.

“Contohnya kata durian, apel washington, kardus dan lain-lain, Jadi dari 11 juta email yang kita sedot itu kita pelajari sehingga bisa menemukan kata yang mengarah pada suap.,” tutupnya

Sumber:

Berita Terkait