Intelektual Pun Bisa Jadi Korban Bully
--
Ironi lain muncul dari reaksi masyarakat. Banyak yang menekankan pentingnya hukuman bagi pelaku bullying, tetapi jarang yang menyadari bahwa pencegahan jauh lebih penting. Sanksi administratif yang terbatas tidak cukup. Pendidikan karakter, pendidikan empati, dan pemahaman tentang dampak psikologis bullying harus diajarkan sejak dini, bahkan di tingkat perguruan tinggi.
BACA JUGA:One Piece di Antara Merah Putih
Kasus TAS juga menegaskan bahwa bullying tidak mengenal batas: ia bisa terjadi di semua lapisan pendidikan, bahkan di fakultas yang dikenal sebagai pusat ilmu sosial dan politik, di mana mahasiswa seharusnya belajar tentang etika, keadilan, dan hak asasi manusia. Ironi ini harus menjadi bahan refleksi bagi seluruh institusi pendidikan di Indonesia.
BACA JUGA:Menanti Terobosan Kepala BNN Baru
Lebih dari itu, kita juga harus melihat peran teman-teman mahasiswa. Lingkungan sosial kampus memiliki pengaruh besar terhadap kesehatan mental mahasiswa.
BACA JUGA:Tarian Pacu Jalur Melaju Istana
Akhirnya, kasus ini meninggalkan pesan pahit namun jelas: intelektual pun bisa menjadi korban. Pendidikan tinggi harus menjadi rumah aman bagi semua mahasiswa, bukan tempat teror psikologis.
BACA JUGA:Royalti oh Royalti…
Bullying harus dihentikan, pengawasan diperkuat, dan budaya kampus diubah menjadi lebih humanis. Jangan sampai tragedi TAS terulang di kampus lain. Pendidikan harus menyelamatkan, bukan menghancurkan.
Sumber:

