SURABAYA, MEMORANDUM-Terpilihnya 10 perempuan di DPRD Surabaya periode 2024-2029, turun dari 18 di periode sebelumnya, menandakan langkah mundur dalam representasi perempuan di politik.
Pakar Politik Universitas Negeri Surabaya (Unesa) Dr. Moch Mubarok Muharam memberikan beberapa poin penting terkait hal ini. Salah satunya pengaruh terhadap kebijakan gender, Meski dimana Mubarok menegaskan bahwa belum tentu berpengaruh terhadap kebijakan terkait gender.
Namun biasanya, kelompok perempuan, termasuk politisi perempuan, lebih vokal dalam memperjuangkan kebijakan berpihak pada gender.
BACA JUGA:Dugaan Penahanan Ijazah di Lamongan, Oumbudsman RI: Copot Jabatan Kepala Sekolah
"Tapi biasanya memang kebijakan yang berpihak pada perempuan disuarakan oleh kelompok perempuan, termasuk juga oleh politisi perempuan, " kata Mubarok.
BACA JUGA:Waspada DBD, Dinkes Lamongan Imbau Masyarakat Terapkan 3M+
Namun, kata Mubarok, perjuangan untuk kesetaraan gender juga bisa dilakukan oleh laki-laki sebagai feminis. Sehingga kaki-laki sebagai feminis juga dapat berperan dalam perjuangan ini.
"Tapi sebenarnya untuk memperjuankan kepntingan perempuan bisa dilakukan oleh pria sebagai feminisme yaitu kelompok yang memperjuangkan kepntingn perempuan itu bisa termasuk pria, " ujarnya.
Menurut Mubarok, faktor rendahnya caleg perempuan terpilih bisa juga disebabkan karena faktor finansial. Sebab caleg perempuan umumnya memiliki modal finansial yang lebih kecil dibandingkan caleg laki-laki. Selain itu caleg perempuan terkesan kurang aktif dalam melakukan kampanye dibandingkan caleg laki-laki.
"Caleg perempuan tidak punya modal finansial dibandingkn caleg pria dan caleg perempuan kurang aktif berkampanye, " ujarnya.
Faktor lain yang mungkin berkontribusi dimana pandangan pemilih perempuan belum tentu yakin bahwa caleg perempuan lebih mampu mewakili aspirasi mereka. "Berarti belum tentu pemilih perempuan bahwa untuk mewakili aspirasinya harus kepada caleg perempuan, " pungkasnya.(alf)