Putusan Batas Usia Menjadi Catatan Kelam Sejarah Putusan Mahkamah Konstitusi, Ini Kata Ketua Pertinasia

Selasa 14-11-2023,19:08 WIB
Reporter : Alif Bintang
Editor : Ferry Ardi Setiawan

SURABAYA, MEMORANDUM - Ketua Perkumpulan Perguruan Tinggi Nasionalis Indonesia atau Pertinasia Prof Dr Mulyanto Nugroho MM CMA CPA menilai, putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 tentang batas usia capres-cawapres menjadi catatan kelam sejaran putusan MK.

Terlebih, kontroversi seputar keputusan MK tersebut telah mendapatkan klarifikasi. Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) menyimpulkan bahwa Ketua Mahkamah Konstitusi Anwar Usman, dalam kapasitasnya sebagai Hakim Terlapor, telah terbukti melanggar kode etik hakim.

BACA JUGA:Wakil Ketua MPR: Putusan MK yang Dibacakan Anwar Usman Bertentangan dengan Sikap Enam Hakim MK

Pelanggaran yang dimaksud sebagaimana tertuang dalam Sapta Karsa Hutama Prinsip Ketakberpihakan, Prinsip Integritas, Prinsip Kecakapan dan Kesetaraan, Prinsip Independensi, dan Prinsip Kepantasan dan Kesopanan.

"Keputusan MK No 90/2023 menjadi catatan kelam dalam sejarah putusan Mahkamah Konstitusi," ujar Prof Nugroho, Selasa, 14 November 2023.

 

Prof Nugroho menjelaskan, putusan MKMK tidak akan mempengaruhi keberlakuan Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023. Salah satu amar putusan dari MKMK adalah memutuskan Ketua Mahkamah Konstitusi Anwar Usman sebagai Hakim Terlapor melakukan pelanggaran.

MKMK ujarnya, memutuskan memberhentikan Hakim Konstitusi Anwar Usman dari jabatan Ketua MK, tidak berhak mencalonkan diri atau dicalonkan sebagai pimpinan MK sampai masa jabatannya berakhir, serta tidak diperkenankan terlibat atau melibatkan diri dalam pemeriksaan dan pengambilan keputusan dalam perkara perselisihan hasil Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden, Pemilihan Anggota DPR, DPD, dan DPRD, serta Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota yang memiliki potensi timbulnya benturan kepentingan.

“Keputusan tersebut menjadi pengalaman yang berharga bagi hakim konstitusi untuk terus mempertahankan sikap netralitas,” kata Prof Nugroho.

Fungsi MKMK lanjut Nugroho, melakukan pengawasan terhadap kode etik dan perilaku Hakim MK dan bukan pada substansi putusan MK. Terlebih lagi dalam pasal 24C ayat (1) UUD RI 1945 menyatakan bahwa Mahkamah Konstitusi  berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final dan binding.

"Artinya, secara hukum tidak ada upaya lain yang dapat ditempuh terkait dengan hasil amar putusan tersebut," ucap Nugroho yang juga sebagai Rektor Untag Surabaya.

Dalam Putusan MKMK Nomor 02/MKMK/L/11/2023 tersebut, salah satu anggota MKMK yaitu Bintan R Saragih memberikan pendapat berbeda (dissenting opinion).

Dissenting opinion tersebut adalah menyatakan pemberhentian tidak dengan hormat kepada Anwar Usman sebagai Hakim Konstitusi yang disebabkan telah terbukti melakukan pelanggaran berat. 

Sebagaimana diatur pada Pasal 41 huruf c dan Pasal 47 Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 1 Tahun 2023 tentang Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi, pelaksanaan sanksi terhadap pelanggaran berat hanya pemberhentian tidak dengan hormat dan tidak ada sanksi lain.

Hal tersebut sangat berkaitan erat dengan reputasi peradilan dan keyakinan masyarakat terhadap independensi kehakiman. Sebagai benteng terakhir dalam upaya menegakkan hukum dan keadilan, hal ini sangat dipengaruhi oleh integritas pribadi, kompetensi, dan perilaku hakim konstitusi saat menjalankan tugas untuk memeriksa, mengadili, dan memutuskan perkara yang diajukan kepada mereka, demi mencapai keadilan berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.

Kategori :