SURABAYA, MEMORANDUM - Keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan gugatan batas usia capres/cawapres menjadi ancaman bagi demokrasi di Indonesia.
Putusan yang melanggengkan politik dinasti ini hanya akan menjadi ajang pamer politisi karbitan dari mereka yang dekat dengan penguasa.
Hal itu disampaikan Tim Pakar Visi Integritas Danang Widoyoko, Selasa, 17 Oktober 2023.
BACA JUGA:Wakil Ketua MPR: Putusan MK yang Dibacakan Anwar Usman Bertentangan dengan Sikap Enam Hakim MK
BACA JUGA:Sambut Putusan MK, Relawan Bolone Mas Gibran Gelar Tasyakuran di Gresik
Selain dirinya, terdapat juga ratusan orang dari berbagai kalangan seperti guru besar, agamawan, budayawan, pegiat literasi, tokoh pendidikan, seniman dan lainnya, tokoh antikorupsi itu mengkritik keras putusan MK yang mengabulkan gugatan terhadap undang-undang pemilu.
"Putusan MK ini menarik mundur demokrasi kita. Praktik politik dinasti ini membuat kita sulit mendapatkan pilihan pemimpin terbaik, karena pilihan hanya terbatas pada mereka-mereka yang dikarbit dan merupakan keturunan atau bagian dari keluarga berpengaruh dan berkuasa," kata Danang.
BACA JUGA:Bala Gibran Jatim Apresiasi Putusan MK
Kondisi itu lanjut Danang sangat memprihatinkan. Setelah Indonesia bergembira sejak beberapa tahun lalu atau beberapa dekade lalu merayakan demokrasi dengan baik, kali ini kembali mundur jauh dengan praktik politik dinasti.
"Ini yang saya kira menjadi resiko bagi kita semuanya. Dan saya kira ini mengurangi makna demokrasi. Bahwa demokrasi itu membuka kesempatan pada semua orang, bukan segelintir orang," ucapnya.
Demokrasi yang selama ini berjalan ucap Danang benar-benar terbuka. Semua berhak mendapat kesempatan yang sama dan saling berlomba menjadi yang paling berpretasi.
Jadi, menurutnya anak muda harus berprestasi dulu kalau mau jadi seorang pemimpin. Harus bekerja lebih keras untuk meyakinkan masyarakat dengan prestasi-prestasi yang diraihnya.
"Tapi dengan politik dinasti ini, prestasi tidak akan pernah muncul. Karena pilihannya hanya terbatas pada mereka yang menjadi anak, keturunan atau bagian dari keluarga berpengaruh yang berkuasa. Dan saya kira itu bukan esensi demokrasi," tegasnya.
Selain membatasi peluang semua orang untuk menjadi pemimpin, praktik politik dinasti juga menjadi ancaman dalam penegakan hukum di Indonesia. Banyak kasus mandeg, hanya karena bersinggungan dengan keluarga penguasa.
"Teman-teman dari Sumatra Utara atau Medan pasti tahulah tiang-tiang pocong di Medan itu. Inikan suatu contoh bagaimana dampak politik dinasti. Saya kira penegak hukum juga akan sulit mengusut kasus ini karena menghadapi menantu presiden," pungkas Danang. (*)