Oleh: Dahlan Iskan
Mengikuti kisah pelarian rahasia Carlos Ghosn ini (DI's Way: Ghosn Cilukba) seperti membaca The Da Vinci Code-nya Dan Brown.
Penuh rahasia. Full misteri.
Setting waktunya pun dinanti dengan sabar. Dicari waktu yang paling tepat: ketika semua orang sibuk dengan liburan tahun baru.
“Ini pasti menyangkut organisasi yang besar,” ujar Junichiro Hironaka, pengacara Ghosn.
Hironaka sendiri kaget. Dan dipenuhi teka-teki. Tiga paspor Ghosn masih utuh di kantor Hironaka.
Saya setuju bahwa pelarian misterius ini melibatkan organisasi canggih dan besar.
Ada yang menyiapkan paspor.
Atau tidak perlu paspor.
Ada yang menyiapkan pesawat jet. Lengkap dengan pilotnya.
Ada yang mengatur penerbangan di tiga bandara: Haneda (Tokyo), Istanbul (Turki), dan Beirut (Lebanon).
Ada yang mengatur imigrasi. Kalau memang harus lewat imigrasi.
Ada yang mengaburkan kamera-kamera pengintai di apartemen Ghosn di Tokyo. Agar gerak saat meninggalkan apartemen tidak ketahuan. Atau kamera itu tidak diapa-apakan karena Ghosn tidak pernah terlihat di kamera.
Ada kemungkinan Ghosn keluar apartemen dengan cara yang lebih misterius: dimasukkan kotak alat musik.
Berarti harus ada yang jauh-jauh hari mengatur pementasan musik di salah satu bar di komplek apartemen itu.
Grup musiknya harus pula dipilih dari mana dan siapa saja personelnya.
Dan harus dimodifikasi seperti apa kotak itu agar Ghosn bisa nyaman di dalamnya. Termasuk saat dibanting-banting di bandara.
Harus ada juga yang mengatur transportasi dari apartemen ke bandara.
Kalau pun benar, kotak itu ditempatkan di mana. Di bagasi perut pesawat? Atau dibawa masuk ke kabin?
Kalau dimasukkan bagasi berarti Ghosn tidur di situ selama penerbangan 9 jam. Dari Tokyo ke Istanbul. Ditambah dua jam. Dari Istanbul ke
Beirut.
Kalau ditaruh di kabin, Ghosn bisa dikeluarkan dari kotak. Agar selama penerbangan bisa duduk di kursi pesawat.
Tapi baiknya tetap saja ditaruh di bagasi. Biar lebih aman. Kalau perlu awak pesawat pun jangan sampai tahu kalau ada manusia di kotak itu.
Semua harus di-setting dengan ketat. Dari detik ke detik. Dari tahap persiapan sampai pesawat take off.
Berarti harus ada juga alat komunikasi eksklusif. Yang pembicaraan mereka hanya bisa diikuti oleh para petugas rahasia.
Saya bisa membayangkan betapa tegang yang bertugas sebagai koordinatornya. Bagaimana si komandan mengikuti semua pergerakan rahasia itu.
Dan betapa lega si komandan ketika pesawat akhirnya take off dari Haneda.
Saya mencoba menghitung mundur: Senin pagi Ghosn menyatakan sudah di Beirut. Pesawat itu perlu waktu 2 jam dari Istanbul ke Beirut.
Di Istanbul pesawat harus berhenti satu jam. Untuk mengisi bahan bakar. Dan mengganti awaknya.
Dari Haneda ke Istanbul perlu waktu terbang sembilan jam. Lalu Tokyo-Beirut beda waktu 6 jam.
Berarti pesawat itu take off dari Tokyo pada hari Minggu malam, sekitar jam 23.00.
Betapa tepat perencanaan skenario pelarian ini: Minggu malam menjelang dini hari tanggal 30 Desember 2019.
Kalau perkiraan itu betul, maka memang tidak perlu paspor. Juga tidak perlu penyamaran.
Mungkin sudah dihitung: sulit menyamarkan wajah Ghosn. Ia begitu populer di Jepang. Dianggap pahlawan --berhasil menyelamatkan Nissan yang nyaris bangkrut menjadi perusahaan mobil yang jaya.
Sejak di tangan manajemen baru, Nissan kembali merosot. Dan terus merosot. Apalagi ketika Ghosn ditahan. Akibat pengaduan manajemen baru. Nissan njungkel kembali.
Manajemen baru itu pun kini sudah diganti lagi. Dianggap tidak mampu menjadi CEO Nissan. Bahkan juga mempraktekkan pengelolaan keuangan yang dianggap salah.
Tapi siapa sih yang diduga sebagai organisasi besar di balik pelarian rahasia itu?
Dinas rahasia pemerintah Lebanon kah? Dinas rahasia pemerintah Jepang kah? Atau organisasi gelap Yakuza? Atau paguyuban pembaca novel Dan Brown?
Presiden Lebanon memang baru bertemu perdana menteri Jepang sebulan lalu. Salah satu agenda pembicaraan itu adalah soal Ghosn. Di samping soal penyelamatan ekonomi Lebanon yang lagi krisis-krisisnya.
Jangan-jangan pelarian rahasia Ghosn ini memang bagian dari penyelamatan Lebanon. Yang berarti juga penyelamatan investasi Jepang.
Atau jangan-jangan ini operasi rahasia komunis Tiongkok. Agar Huawei dapat pasar di sana --Huawei baru buka counter di Beirut saat saya di ibu kota Lebanon itu.
Jangan-jangan Ghosn benar-benar akan dijadikan perdana menteri negara yang lagi kacau itu. Kacau di segala bidang itu --politik dan ekonomi.
Satu-satunya yang stabil hanyalah kurs mata uangnya. Pound Lebanon tidak jatuh: satu pound Lebanon tetap sama dengan 1 dolar Amerika. Memang dibuat sama. Sejak lama.
Di Lebanon Anda bisa belanja dengan dolar atau pound. Toh sama saja.
Seperti di Brunai: mata uangnya dipeg ke dolar Singapura.
Kini rumah Ghosn di Beirut ramai. Di luarnya. Banyak kamera besar dipasang mengarah ke rumah itu. Wartawan berjubel menunggu keberuntungan.
Ghosn memang berjanji akan berkomunikasi dengan media secara bebas. Seminggu lagi.
Jepang pun heboh.
Bagaimana bisa seorang tahanan yang very high profile bisa lolos.
Semua kaget.
Semua kagum.
Semua ingin menjawab teka-teki itu.
Penulis novel tidak perlu cari ide untuk menyaingi sukses The Da Vinci Code.(*)