Ketika Jatuh Cinta Bukan dari Mata Turun ke Hati (1)

Senin 19-06-2023,10:00 WIB
Reporter : Agus Supriyadi
Editor : Agus Supriyadi

Berbeda dari kebanyakan orang yang melakoni kebersamaan setelah terkena panah asmara “dari mata turun ke hati”, Ridwan (samaran) jatuh cinta karena panah asmara “dari mulut turun ke hati”. Ya. Ridwan bukan jatuh cinta pada pandangan pertama, melainkan jatuh cinta pada saat pertama menikmati masakan perempuan cantik, sebut saja Ratna. “Masakan Ratna maknyus banget. Sangat nendang dan kenikmatannya nempel di lidah. Tak hanya di lidah, tapi di hati juga,” kata Ridwan saat bertemu Memorandum di halaman gedung Pengadilan Agama Surabaya, beberapa waktu lalu. Ratna adalah anak saudara jauh ibunya. Waktu itu keluarga Ridwan sedang piknik bersama keluarga ke Sarangan. Mereka mampir dan dijamu makan siang di rumah saudara di Magetan. Ibunya Ridwan memuji masakan yang disuguhkan. Dia bahkan curiga masakan itu hasil beli di restoran. “Ternyata kami salah. Yang masak anak perempuan keluarga itu. Ratna. Jujur, aku langsung jatuh cinta,” kata Ridwan. Tidak menunggu lama. Lamaran segera dilakukan karena Ridwan sudah bekerja dan Ratna sudah duduk pada semester akhir perkuliahan. Semua berjalan lancar karena keduanya sama-sama masih jomblo. Tiga tahun pertama perkawinan mereka berjalan oke-oke saja. Namun sejak Ratna diterima kerja di sebuah perusahaan swasta bonafide, kerikil-kerikil perselisihan mulai jadi sandungan. Kesibukan Ratna di luar menyebabkan dia seperti sengaja mengesampingkan urusan rumah tangga. Ratna yang selama ini mencuci dan menyeterika sendiri pakaiannya dan pakaian Ridwan mulai malas melakukannya. Perempuan dengan rambut terurai sebahu ini awalnya hanya mencucikan pakaian itu di laundry  namun menyeterika sendiri. Lambat laun ternyata semua diserahkan ke laundry. Ridwan mulai protes karena hasil seterikaan laundry tidak selicin seterikaan Ratna. Masih terlihat jelas beberapa bagian baju atau celananya masih lungset. “Sudah beberapa kali aku ajukan keberatan ke Ratna, tapi tidak dihiraukan,” kata Rdwan. Merasa disepelekan, Ridwan mencoba bersabar dengan menyetrika sendiri baju dan celananya sebelum berangkat kerja. “Itung-itung bernostalgia,” kata Ridwan, yang menjelaskan bahwa hal itu dulu sering dilakukannya sejak kelas satu SMA hingga di awal nikah dengan Ratna. Bukannya berterima kasih beban pekerjaan rumah diringankan suami, Ratna makin semena-mena bila di rumah. Kerjanya sepulang kerja hanya tidur-tiduran melulu di kamar atau gleset di ruang keluarga, di depan televisi. Kalau diingatkan, Ratna bisanya marah-marah. Tidak ada yang lain. Kalau hatinya tersakiti biasanya Ratna bahkan tidak mau memegang pekerjaan rumah sama sekali. Termasuk nyapu-nyapu. Rumah dibirkan kotor. “Kalau ngepel, itu memang tugasku. Juga siram-siram kembang,” kata Ridwan. Sampai tiga hari, bahkan seminggu, Ratna tidak akan menyentuh sapu dan bersih-bersih rumah. Sekotor apa pun rumah dia biarkan saja. “Pernah kejadian hampir sebulan rumah tidak disapu. Saya jadi ikut-ikutan malas tidak mengepelnya,” tandas Ridwan. (jos, bersambung)  

Tags :
Kategori :

Terkait