Pelayanan Plus-Plus pun Terjadi. Cukup Lama, Panas, dan Brutal
Oleh: Yuli Setyo Budi, Surabaya
“Sori. Kesuwen yo? Ada sesuatu yang gawat,” kata Joe seturun dari lantai kamar pijat. Wajahnya tampak segar tapi sedikit tegang. Gerakannya kaku seperti ada yang menghantui hatinya.
“Apanya yang gawat Joe?’
“Dia keponakan Susi. Aku baru tahu setelah semuanya terjadi.”
Susi adalah istri Joe. “Santai dulu Joe. Ceritakan pelan-pelan. Tidak usah terburu-buru.”
“Kita cari tempat saja di luar. Jangan di sini. Aku tidak bisa berpikir.”
Di sebuah rumah makan kawasan Mayjen Sungkono, Joe mulai membuka kata. “Dia keponakan Susi,” jata Joe menerawang jauh, “Namanya (sebut saja, red) Lia. Anak pakdenya.” Joe terdiam lama. Tampaknya dia tidak tahu harus bagaimana meneruskan ceritanya. Memorandum membiarkan pria asal Bojonegoro tersebut menemukan kata-katanya sendiri.
Sambil memainkan sendok yang masih tercelup di mangkuk es buah, Joe menarik napas panjang sebelum mengakui masalah ini sangat berat baginya. “Dia sudah tahu sejak akumasuk kamar. Tapi pura-pura tidak tahu. Tidak kenal.”
Joe, yang kala itu sama sekali tidak merasa mengenal cewek yang memijatnya, mulai menggoda. Tubuh perempuan berusia sekitar 28-30 tahun itu dicolek-colek pada bagian-bagian tertentunya. Tidak ada protes, bahkan tampaknya malah menikmati.
Sampai suatu saat Joe mengeluarkan jurus pamungkas agar cewek tersebut mau memberikan pelayanan plus-plus. Selanjutnya proses pelayanan plus-pus pun terjadi. Berlangsung cukup lama, panas, dan sedikit brutal.
“Setelah semuanya tuntas, barulah dia bercerita bahwa sebenarnya dia sangat mengenalku. Dia mengakui Susi, yang dia panggil Tante Susi, adalah anak adik bapaknya,” kata Joe.
Perempuan bernama—sebut saja—Lia itu mengaku sudah beberapa kali bertemu Joe. Pertama, saat pernikahan Lia. Kedua, saat Lia melahirkan. Ketiga, saat suami Lia meninggal karena kecelakaan.
“Sungguh aku tidak menyangka perempuan itu adalah Lia. Penampilannya beda. Lia yang kekenal selalu tampil sangat sederhana, sementara Lia yang ini sangat wah. Tapi memang cantik,” cerita Joe.
“Bagaimana ceritanya hingga semua terbuka?” tanya Memorandum.
“Tadi, setelah kami usai melakukan semuanya, tiba-tiba dia kirim salam,” kata Joe.
“Salam buat Tante Susi,” imbuh Joe menirukan Lia. Tentu saja Joe kaget.
“Tante Susi siapa?” Joe balik bertanya. Pura-pura tidak paham, tapi hatinya tiba-tiba deg-degan mendengar nama istrinya disebut.
“Tante Susi, istri Om.”
”Istriku?” Hati Joe berdebar semakin keras. Nyaris seperti dentum musik yang keluar dari sound system di sebuah rumah diskotek. (bersambung)