Ketika Malam Pengantin Tidak Menimbulkan Bercak Darah (1)

Kamis 26-01-2023,10:00 WIB
Reporter : Agus Supriyadi
Editor : Agus Supriyadi

Bandi (bukan nama sebenarnya) kaget. Sprei tempat tidur yang dijadikan alas malam pengantinnya tidak bebercak darah. Bersih-sih-sih-sih. Kusut memang iya, tapi tak bernoda seperti byarayangannya. Bandi membatin: sudah tidak perawankan istrinya, sebut saja Linda, pada malam pertama itu? Pria tegap tersebut masygul. Sebab, sebelum resmi ijab kabul, dia merasa tidak pernah sekali pun menyentuh perempuan itu. “Aku dituduh sudah tidak perawan saat nikah. Dia lalu ngotot menceraikan aku. Kalau memang itu maunya, ya sudah. Terserah. Aku tak bisa berbuat apa-apa,” kata Linda kepada pengacaranya, sebut saja Win, yang dimintai tolong mengurus perceraiannya. Kalimat tersebut diucapkan Linda di kantor Win, sekitar Pengadilan Agama (PA) Surabaya, Jalan Ketintang Madya, hampir dua bulan lalu. Dia mengaku sakit hati karena tuduhan itu diucapkan Bandi setiap saat. Tidak peduli tempat dan waktu. Termasuk di depan keluarganya maupun keluarga Bandi. “Aku malu, Pak,” katanya sambil menangis. Sejak malam itu Bandi jarang mengajak Linda berhubungan intim. Tapi di luar itu, lelaki tersebut masih minta haknya sebagai suami dipenuhi. Misal, Ningsih harus menyediakan sarapan dan air hangat untuk mandi pagi. “Aku tidak pernah disentuh. Sama sekali. Aku hanya disuruh-suruh dan diperlakukan seperti babu,” keluh Linda. Suatu saat Bandi pernah mengatakan akan membalas dendam karena merasa telah ditipu. Caranya, dia akan berhubungan dengan perempuan lain dan Linda tidak boleh menghalangi. Linda sedih dan berusaha menghalangi niat Bandi dengan menegaskan bahwa balas dendam itu tidak perlu, karena faktanya dirinya tidak pernah sama sekali berhubungan intim sebelum menikah. Dengan siapa pun. Malam pengantin itu adalah kali pertama dia melayani lelaki. Dan, lelaki itu adalah Bandi, suami sendiri. Bandi ngotot. Kalau memang itu adalah kali pertama Linda berhubungan intim, tentu ada tanda keperawanan. Yaitu bercak darah di sprei pada malam pertama. Tapi, di mana tanda itu? Tidak ada kan? Fakta yang terjadi memang demikian, dan Linda tidak tahu mengapa bisa begitu. Dia tidak mampu menjelaskan lebih jauh. Akhirnya dia pasrah. Walau begitu, bukan berarti Linda setuju Bandi melampiaskan syahwat kepada perempuan lain. Hanya, dia tidak akan berusaha menghalang-halangi apa pun tindakan Bandi. Ternyata perkataan Bandi bukan omong kosong. Dia membuktikannya. Suatu saat dia membawa pulang perempuan muda. Sangat muda. Usianya diperkirakan tidak lebih dari 20 tahun. Seusia anak SMA. “Jangan ganggu. Anggap ini bayar utang karena kamu tidak bisa memberikannya kepadaku,” kata Bandi sebelum mengajak perempuan muda itu masuk kamar dan mengunci dari dalam. Waktu itu Linda sedang duduk-duduk di ruang tamu sebelah kamar tidur. Ironis, Bandi bertindak seolah tanpa perasaan. Sesaat kemudian terdengar suara khas dari medan pertempuran. Ah uh-ah uh glodak… ah uh-ah uh glodak. Kadang terdengar auman kayak singa padang pasir, kadang terdengar lenguhan kayak sapi digorok. Seperti itulah. Linda tidak tahan. Dadanya terbakar. Dia langsung cabut masuk kamar belakang. “Aku menangis sepuas-puasnya di sana. Semua barang yang ada aku banting,” kata Linda dengan penuh emosi, mengekspresikan kemarahan. (jos, bersambung)  

Tags :
Kategori :

Terkait