Penyembuh Alternatif yang Terjebak Dunia Paranormal (3)

Rabu 06-11-2019,08:15 WIB
Reporter : Agus Supriyadi
Editor : Agus Supriyadi

Jidat Diolesi Minyak Wangi, Perjalanan Menuju Kursi Dewan Lancar Oleh: Yuli Setyo Budi, Surabaya Calon anggota dewan tadi diberi minyak wangi sisa yang dibeli Abiyasa di toko keperluan umrah dan haji di Jalan KH Mas Mansur. Minyak wangi tersebut harus dioleskan ke jidat setiap kampanye dan pada hari H pengutan suara. Syarat asal-asalan dan ritual tanpa dasar itu, entah kebetulan atau bagaimana, ternyata manjur. Pasien tersebut akhirnya benar-benar menjadi anggota dewan. Pasien lain yang paling diingat Anik adalah gadis asal Kediri yang kos di sekitar Dukuh Pakis. Dia, sebut saja Manis (21), pemandu lagu di sebuah rumah karaoke kawasan Mayjen Sungkono. Manis mengaku kepada Anik bahwa sejak rutin me-rapal-kan aji-aji yang diberi Abiyasa, tamu yang ingin ditemani berkaraoke seperti mengantre. Bukan itu saja, hampir semua tamu tadi minta dilayani plus-plus sepulang dari karaoke. Pengakuan Manis, per hari rata-rata dia bisa mengantongi Rp 1-2 juta. Mendengar fakta ini, Anik semakin gencar mengingatkan suami agar segera berhenti melayani permintaan pasien yang aneh-aneh. “Dengan membantu Manis, itu sama dengan Mas Abi melancarkan proses perempuan itu berzina. Ini melanggar petuah neneknya. Yang mengerikan, melanggar syariat agama.” Ternyata peringatan Anik diabaikan Abiyasa. Sampai suatu saat lelaki yang jarang sakit ini mengeluh kepalanya berkunang-kunang dan badannya meriang. Anik berniat membawanya ke dokter, tapi ditolak. Malam hari, kondisi Abiyasa semakin parah. Kepalanya terasa seperti diputar-putar dan badannya panas. Walau begitu, dia menolak dibawa ke rumah sakit. Abiyasa hanya minta keningnya dikompres dan badannya diselimuti. “Mas Abi tidak bisa tidur. Badannya jempalikan. Saya mencoba mengajak bicara, tapi Mas Abi mengisyaratkan agar saya menjauh. Akhirnya saya duduk di kursi agak jauh dari dia.” Melewati tengah malam sekitar pukul 00.05, baru terlihat Abiyasa lelap. Badannya terbujur santai, napasnya terdengar teratur, dan keringat yang sempat membasahkuyubi tubuh mengering. Tanpa terasa, lambat laun Anik pun menyusul terlelap. Di kursi. Anik merasakan tubuhnya hangat. Ternyata matahari sudah tinggi dan sinarnya masuk melalui jendela yang tadi malam sengaja dibuka sebagian. Anik melihat Abiyasa masih di atas ranjang. Tampaknya sudah bangun, namun belum beranjak dari peraduan. Ini terlihat dari matanya yang sudah terbuka dan napasnya yang tersengal. Tidak seperti biasa. Hampir setiap dua-tiga menit sekali Abiyasa menarik napas panjang dan menghempaskannya dengan desahan keras. Sangat keras sehingga terasa berat. “Ada apa Mas?” tanya Anik. “Aku mimpi ketemu Nenek.” Anik tidak bereaksi. Menunggu suaminya sendiri melanjutkan kalimat yang tampaknya memang terpenggal. “Dia marah. Tapi, apa salahku?” “Kau melanggar pantangannya.” “Pantangan apa? Aku tidak pernah berbohong. Aku tidak minta-minta. Aku tidak zina.” “Tapi Mas Abi memberi pasien amalan dan benda-benda yang seolah keramat.” “Kenyataannya manjur.” “Itu bohong. Masa hati kecil Mas Abi tidak merasa? Mas Abi juga memberi jampi-jampi seorang perempuan agar mudah dalam upayanya berzina. Itu sama saja dengan zina, Mas.” (bersambung)  

Tags :
Kategori :

Terkait