Ditagih di Akhirat

Sabtu 23-10-2021,11:11 WIB
Reporter : Agus Supriyadi
Editor : Agus Supriyadi

Berita soal pinjaman online alias pinjol di era digital marak selama enam tahun terakhir. Mulai berita yang bagus sampai berita yang buruk. Seperti penggerebekan aparat kepolisian terhadap kantor pinjol yang diduga ilegal di Jakarta belum lama ini. Juga, kantor pinjol ilegal di Surabaya digerebek aparat kepolisian, kemarin. Tentu kabar berita itu cukup mengagetkan karena berdirinya sebuah perusahaan pinjol diatur OJK (otoritas jasa keuangan) dengan berbagai peraturan dan syarat tertentu yang ketat. Ketentuan mengenai pinjol diatur dalam Peraturan OJK Nomor 77 /POJK.01/2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi. Menurut peraturan tersebut, setelah mengajukan pendaftaran dan menerima tanda terdaftar dari OJK, penyelenggara wajib mengajukan permohonan perizinan maksimal setahun setelah mendapatkan tanda terdaftar. Pinjol memiliki daya tarik yang aduhai. Cara meminjamnya pun mudah dan gampang hingga mengundang banyak orang untuk tahu dan akhirnya tertarik meminjam. Banyak ragam yang ditawarkan oleh pemodal. Gambarannya jelas dan tegas. Semisal saja kreditur meminjam (mulai) Rp 5 juta hingga Rp 300 juta tanpa agunan apa pun meski disertai aturan seperti bunga ringan dan cicilan tetap dengan waktu mengangsur fleksibel mulai dari satu tahun sampai tiga tahun dan seterusnya. Sejurus kemudian pinjol menjadi booming. Ibarat wanita, pinjol itu bak gadis menawan yang ranum dan harum baunya. Di sana-sini dicari dan dibutuhkan orang. Apalagi orang kepepet akibat kebutuhan yang tak bisa dihindari, pinjol pasti menjadi solusi. Alhasil, pinjol sangat dicintai bagi siapa pun yang membutuhkan dana secepat-cepatnya. Tapi, lama-lama esensi pinjol berubah. Praktik pinjol yang sebelumnya bagus, akhir-akhir ini (paling tidak kurun dua tahun terakhir) dikotori oknum atau perusahaan tak bertanggung jawab hingga bermunculan pinjol-pinjol ilegal yang berpraktik bak penjahat jalanan, baca: preman. Jahat karena perusahaan pinjol ketika menagih kepada debitur (pengutang) dengan berbagai cara. Tak jarang sampai mempermalukan kreditur dengan menghubung-hubungi pihak lain yang memiliki kedekatan dengan kreditur. Bahkan dengan berbagai ancaman. Pinjol “jenis” ini merusak tatanan kehidupan masyarakat. Mencekik leher peminjam akibat terjerat utang bunga berbunga yang melangit. Utang satu juta rupiah bisa-bisa harus membayar lebih dari lima juta rupiah plus bunga. Utang puluhan juta harus bayar ratusan juta plus bunga. Ini yang akhirnya menjadi keresahan masyarakat secara luas. Masyarakat yang membutuhkan pinjol sebagai solusi akhirnya “berbalik arah” menjadi mati. Alhasil, aparat kepolisian menjadi tegas dan keras. Membabat habis praktek-praktek pinjol ilegal ke ranah hukum. Menangkap pelaku-pelaku jahat yang memanfaatkan peluang bisnis utang-utangan uang demi kepentingan keuntungan perusahaan pinjol sebesar-besarnya. Persoalan pinjol ini sempat membuat geram Menkopollhukam (Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan) RI Machud MD. Dia pun berujar, siapa pun yang telanjur punya utang kepada pinjol sebaiknya tak perlu membayar. Muncul pertanyaan atas sikap Pak Menteri Machfud MD, bukankah ada ajaran; siapa pun berutang maka wajib membayar. Tak peduli apa pun. Jika tidak akan ditagih di alam akhirat. Apalagi, pemberi utang itu ada modalnya yang harus kembali.(*)    

Tags :
Kategori :

Terkait