Oleh: Yuli Setyo Budi, Surabaya
Azis tidak terburu mengonfirmasi berita dari jemaah tadi. Dia menunggu waktu yang tepat. Azis hanya beberapa kali menanyai Bahar tentang perusahaan yang sahamnya dia miliki.
Kali pertama Bahar hanya mengaku perusahaannya mengelola tambang batubara di Kalimantan. Itu saja. Kali kedua Bahar mengatakan perusahaan tersebut milik staf menteri. Dirinya hanya memiliki sebagian kecil sahamnya. Itu pun hasilnya masih amat besar menurut ukuran Bahar.
Kali ketiga Bahar malah mengeluh. Dia mengaku perusahaan yang sahamnya dia miliki sedang bangkrut. Pailit. Kini dikuasai asing. Sejak itu Bahar tidak pernah menampakkan batang hidungnya. Hilang bagai ditelan bumi.
Tidak hanya pergi begitu saja, Bahar membawa pula Xenia keluaran 2017 milik Anti yang dibeli sebelum pernikahan, uang tabungan di brankas, dan seluruh perhiasan Anti.
”Cerita Anti, pada awal pernikahan mereka membuat kesepakatan menyimpan semua rezeki hanya dalam satu tabungan. Atas nama Bahar,” kata Azis, yang menjelaskan kini adiknya dalam kondisi depresi berat.
Untuk meyakinkan Anti, Bahar menunjukkan buku tabungan berisi saldo di atas Rp 5 miliar. Juga, beberapa berkas bukti kepemilikan saham atas nama Baharmi di sebuah perusahaan penambangan batubara di Kalimantan.
Baharmi memperlihatkan pula beberapa sertifikat rumah di beberapa kota, tapi atas nama orang lain, bukan atas namanya. Katanya, sertifikat ini adalah agunan orang yang pinjam modal kepadanya. “Sejak itu Anti rajin mentransfer gaji yang diperolehnya ke tabungan Bahar. Per bulan rata-rata Rp 25 juta. Kurang-lebih,” kata Ustaz Azis.
Azis mengaku sempat hendak melaporkan Bahar ke polisi. Ia merasa lelaki itu telah menipu adiknya. Tapi, rencana tadi tidak pernah direalisasikan dengan banyak pertimbangan. Salah satunya, ribet dan berbelit-belit tapi belum pasti hasilnya. “Saya hanya ingin Anti dapat surat cerai dari pengadilan,” kata Azis.
Dia juga mengaku saat ini sedang mengonsultasikan hal terebut ke pengadilan agama (PA). Dengan demikian, masa depan Anti bisa berjalan lebih pasti. Tidak menggantung seperti sekarang.
Tapi sebelum upaya itu tuntas, keesokan harinya Ustaz Azis kembali menelepon. Dia memberi tahu bahwa adiknya menemukan HP Bahar di lubang ventilasi kamar mandi. Dalam kondisi mati. Kehabisan daya. Baterainya drop.
Setelah di-charge, didapati beberapa nama di situ. Ada beberapa nama perempuan. Sebagian mencurigakan. Ini tampak dari penulisan namanya. Antara lain: Denok Sayang, Mantan Bunga, Dian Cantik, dan tentu saja ada Istri Anti.
Ketika Anti mencoba menghubungi nomor-nomor tadi, hal mengejutkan terjadi. Salah satunya saat menghubungi dan diterima seseorang yang mengaku sebagai Bunga.
“Ya, Bunga di sini. Ini dengan siapa ya?”
Saat Anti mengaku sebagai istri Baharmi, kentara sekali Bunga di ujung saja terkejut, “Istri?”
“Ya, saya masih tercatat sebagai istri sahnya,” sahut Andi.
Tidak ada respons.
Sepi berkuasa.
Cukup lama.
“Tapi sudah sembilan bulan ini Mas Bahar tidak pulang. Mbak Bunga kenal Mas Bahar?” sambung Anti.
“Tapi… saya istrinya,” kata Bunga lirih. Azis teringat informasi yang diperoleh dari jemaah di Nganjuk. (bersambung)