Star Market

Kamis 25-07-2019,09:29 WIB
Reporter : Agus Supriyadi
Editor : Agus Supriyadi

Oleh Dahlan Iskan Menjelang tengah hari, saya terkaget-kaget. Senin kemarin. Itu hari pertama ada program baru: namanya Star Market. Bikin kejutan pula. Program ini begitu nyata. Bulan Mei tahun lalu Presiden Donald Trump memulai perang dagang. Bulan Nopember Xi Jinping sudah keluarkan perintah: berikan dorongan pada startup secara konkrit. Dukungan pada startup itu bentuknya bukan sumbangan. Atau bantuan anggaran. Atau tanda penghargaan. Yang biasanya tidak berkelanjutan. Bahkan hanya dinikmati oleh kalangan tertentu. Yang punya hubungan khusus dengan penguasa. Dukungan program itu dilewatkan pasar modal. Melalui pasar modal Shanghai. Dalam tujuh bulan perintah itu diolah. Dicarikan ide. Disusunlah konsep. Dirumuskan peraturannya. Ditemukanlah jalan khusus. Agar anak muda bergairah. Dalam memulai startup. Caranya: pasar modal Shanghai membuat jalur khusus untuk startup. Agar mereka bisa segera mendapat modal besar. Secara fair. Dari pasar saham. Program baru Star Market ini mirip Nasdaq di Amerika. Dengan demikian pemerintah tidak terlibat langsung. Tidak perlu ikut menilai mana startup yang berpotensi maju. Semuanya diserahkan ke pasar. Masyarakatlah yang akan menentukan masa depan startup. Dalam waktu sekejap peminatnya terlihat besar. Ada 141 perusahaan startup yang mengajukan diri untuk go public. Dari jumlah itu 25 perusahaan dinyatakan memenuhi syarat. Dimasukkan dalam gelombang pertama IPO. Senin kemarin adalah hari pertama itu. Dimulailah penjualan saham mereka. Jualan itu dimulai pukul 9. Responnya luar biasa. Bahkan keterlaluan. Satu jam kemudian dilakukanlah ini: penjualan saham salah satu perusahaan itu dihentikan. Terlalu laris. Harga sahamnya naik sampai lebih 400 persen. Hanya dalam waktu satu jam. Ketika penjualan dibuka lagi terjadi kegilaan lagi. Dihentikan lagi 10 menit. Lalu dibuka lagi. Aturannya memang begitu. Begitu harga naik 30 persen harus ditutup. Setelah ditutup 10 menit harus dibuka lagi. Kalau masih naik lagi lebih 30 persen lagi harus ditutup lagi. Selama 10 menit lagi. Setelah itu dibuka lagi. Diserahkan ke mekanisme pasar. Batas 30 persen, dua kali, itu juga keistimewaan Star Market. Untuk saham di papan utama batas itu 20 persen. Bukan main terkejutnya pasar modal Shanghai. Mana ada bisnis seperti ini: dalam satu jam untung empat kali lipat. Nama perusahaan yang sahamnya sampai ditutup dua kali itu adalah: Shanghai Anji Microelectronics. Bergerak di bidang microchip. Tidak hanya Anji yang laris. Semua perusahaan startup tersebut tremendous. Hanya empat yang naiknya 80 persen. Haha... Naik 80 persen disebut 'hanya'. Yang lima lagi naik 90 persen. Selebihnya naik ratusan persen. Tiga di antaranya naik di atas 200 persen. Lihat daftar di kolom terakhir. Mereka pun berhasil mendapatkan modal tanpa bunga sebesar lebih Rp 70 triliun. Dalam satu hari. Sampai ada yang menilai harga itu sudah terlalu mahal. Hati-hati. Mahal dilihat dari mana? Untuk menilai itu biasanya dilihat dari laba, aset dan seterusnya. Tapi mereka itu belum punya laba. Praktis tidak punya aset nyata. Yang ada adalah aset masa depan. Laba masa depan. Begitu gilanya kita melihat masa depan. Padahal banyak di antara kita yang gila masa lalu. Hobinya melihat spion. Perang dagang rupanya ada manfaatnya. Bagi para startup. Penemuan teknologi mereka menjadi pilihan masa depan. Sebagai pengganti teknologi dari Amerika. Yang oleh Trump dilarang masuk ke Tiongkok. Masa depan startup itu dinilai sangat cerah. Gelombang berikutnya pun segera diluncurkan. Tunggu evaluasi terhadap hasil IPO gelombang pertama ini. Salah satu sisi buruknya: pasar saham utama turun sekitar 1,5 persen. Baik di pasar modal Shanghai, Shenzhen, maupun Hongkong. Banyak uang tersedot ke Star Market. Apakah beda Star Market dengan pasar saham utama? Yang utama adalah persyaratan IPO-nya. Untuk masuk Star Market harus perusahaan startup. Perusahaan itu tidak perlu sudah laba. Bahkan tidak perlu perusahaan yang sudah punya pendapatan. Perusahaan baru pun sudah bisa mendaftar. Pengelola Star Market-lah yang akan menyeleksi. Syaratnya: harus bergerak di bidang yang sangat diperlukan negara. Untuk masa depan kejayaan bangsa. Dan untuk kelangsungan pertumbuhan ekonomi. Intinya: agar Tiongkok tidak tergantung pada teknologi Amerika lagi. Contohnya 25 perusahaan startup yang masuk Star Market gelombang pertama itu. Mereka bergerak di bidang chip, bioteknologi, artificial intelligence, semiconductor, dan material baru. Diluncurkannya Star Market ini menjadi terobosan bagi para penemu teknologi. Yang biasanya kesulitan modal. Yang lantas menyerah ke pemilik modal. Yang belum tentu mengerjakannya. Kalau hitungan bisnisnya tidak cocok. Atau pemilik modal itu kurang mengerti pentingnya teknologi yang ditemukan. Pilihan lain: penemuannya terkubur begitu saja. Melonjaknya harga saham Star Market itu tentu menjadi pendorong penemuan-penemuan baru. Bahkan kian seru perang dagang dengan Amerika kian meningkatkan harga saham mereka. Seperti ada jaminan produk mereka akan laris di dalam negeri. Tidak perlu bersaing dengan bikinan Amerika. Bagi pasar modal Shanghai ini juga jadi obat. Setelah tahun 2015 lalu babak belur. Jutaan orang Tiongkok menangis. Harga saham hancur-hancuran. Kapitalisasi di pasar modal Shanghai turun sampai USD 5 triliun. Setara dengan hampir Rp 70 ribu triliun. Kita lantas bisa tahu betapa kuat Tiongkok. Kehilangan Rp 70 ribu triliun dalam sekejap tidak terjadi oleng. Di Tiongkok memang terdapat sekitar 100 juta orang yang aktif jual beli saham di pasar modal. Yang mampu melakukan transaksi di atas Rp 1 miliar pun sudah sekitar 4 juta orang. Kesulitan memang sering memunculkan ide baru. Star Market tidak mungkin lahir kalau Trump tidak menekan Tiongkok. Sulit menjadi seperti mudah.(*)  

Tags :
Kategori :

Terkait