Cinta Suci yang Menembus Tabir Dunia Jin dan Dunia Manusia (29)

Sabtu 12-09-2020,21:21 WIB
Reporter : Agus Supriyadi
Editor : Agus Supriyadi

Tapak Kaki Kuda Ghadi Ditendangkang Tegak Lurus ke Ulu Hati

Ghadi sedang melatih tapak kaki barunya saat seorang pemuda masuk pekarangan. Dia berteriak-teriak gembira sambil mengacung-acungkan bungkusan yang dia bawa di tangan kanan. “Kang,” sapa pemuda tadi dengan ceria. Namun, tawanya mendadak sirna berbarengan pandangan matanya yang tertuju ke bagian bawah kaki Ghadi. “Sudah terlambatkah aku?” tanyanya seperti ditujukan kepada diri sendiri. Masygul. Air mata luruh di pipi. “Tidak. Pasti berguna. Entah untuk siapa nanti. Jangan bersedih,” kata Ghadi. Meledaklah tangis pemuda yang biasa dipanggil Lawar itu. Dia merangkul Ghadi, yang rangkulannya mengendor dan melorot hingga jatuh terjongkok. Diciumnya kaki pemuda bertapak kaki kuda tersebut. “Maafkan aku,” katanya lirih. Ghadi tersenyum dan mengajak Lawar bergabung dengan teman-teman lain di pekarangan belakang. Semua sedang sibuk berlatih. Tawar menemui Paman Karim, berbincang sejenak, lantas masuk rumah. Sementara itu, Paman Karim berjalan mendekati Ghadi. Ketika sudah hampir selangkah, Paman Karim mengayunkan sebuah tongkat ke arah kaki Ghadi. Tidak disangka, pemuda pesantren itu mampu mengelak dengan melompat bertumpuan tapak kaki kudanya. Lompatan spiral Ghadi bahkan sempat mengejutkan Paman Karim yang tidak sempat menghindar dari serangan balasan. Ghadi berhasil menyentuh tengkuknya dengan jari telunjuk kiri. “Satu-kosong, Paman,” teriak Ghadi. Lelaki berambut dwiwarna itu tersenyum dan mencoba menghimpun kekuatan dengan menyilangkan kedua tangan di depan dada. Namun rencana ini terbaca oleh Ghadi. Suami Putri Laila itu secara refleks menghambat gerakan Paman Karim. Tapak kaki kudanya ditendangkang tegak lurus ke titik ulu hati Paman Karim, sehingga lelaki itu terpaksa surut. Saat itulah Ghadi memutar tapak kaki kuda tadi searah jarum jam. Musuh kaget dan semakin surut. Ghadi mengejar. Giliran kaki yang lain diangkat dan disapukan memutar tepat mengenai leher kiri. “Menyerah, Paman?” teriak Ghadi. Tapak kaki kuda hampir menyentuh dada Paman Karim. Senjata rahasia. Sebuah pisau kecil yang dipaku di bawah sepatu kuda membuat goresan kecil. Paman Karim melentik mundur dan turun. Lelehan darah tampak di bagian atas perut. “Selamat Ghadi. Kau cepat menjadikan kaki kudamu menyatu,” kata Paman Karim sambil meletakkan pantat d atas sebuah batu. “Aku sudah sangat rindu kepada Laila, Paman. Mungkin itu menjadi dorongan semangat tersendiri,” balas Ghadi. “Aku paham. Karena itu, sebaiknya kamu jangan ikut terjun ke medan tempur secara langsung. Khususkan konsentrasimu mencari Laila.” “Tidak, Paman. Aku akan tetap turun ke medan tempur. Tapi semantara bukan sebagai panglima. Hanya prajurit biasa.” Beberapa hari kemudian para pejuang yang ditarik mundur dari medan tempur untuk menjalani perawatan, termasuk Ghadi, sebagian sudah pulih. “Kapan kita bertempur kembali, Paman?” tanya Ghadi. “Besok pagi,” jawab Paman Karim. (bersambung) Penulis : Yuli Setyo Budi Pembaca yang punya kisah menarik dan ingin berbagi pengalaman, silakan menghubungi nomor telepon / WA 0821 3124 22 88 . Bisa secara lisan maupun tulisan. Kisah juga bisa dikirim melalui email yulisb42@gmail.com. Terima kasih
Tags :
Kategori :

Terkait