Oleh: Yuli Setyo Budi, Surabaya
Fatimah (30, samaran) memiliki wajah yang sangat anggun. Tindak tanduknya lembut dan penyabar. Dia amat mencintai suaminya, sebut saja Andik (31). Tapi, tampaknya cinta saja tidak cukup untuk mempersatukan mereka. Kini keduanya berada di gerbang kehancuran.
Fatimah merasa selama menjalin rumah tangga vs Andik tidak pernah lepas dari kebohongan lelaki tersebut. Dan, itu dalam kurun yang cukup lama: sekitar tujuh tahun.
“Aku tidak menyadari selama ini mendampingi orang yang dilaknat Gusti Allah. Ternyata dia adalah lelaki munafik. Aku baru menyadari akhir tahun lalu (2018, red),” kata Fatimah, yang diungkap melalui email kepada Memorandum, beberapa waktu lalu.
Awalnya Fatimah menganggap enteng masalah yang dia hadapi. Dia cuma merasa belum berhasil mengajak hijrah Andik secara utuh. Walau sudah berikrar masuk Islam dan meninggalkan keyakinan lamanya, Andik belum menjalankan ibadah yang dituntunkan Islam. Itu saja.
Setiap diingatkan untuk segera menjalankan ibadah, Andik yang mengikrarkan dua kalimat syahadad menjelang akad itu menanggapinya dengan janji dan senyum. Tidak lebih. Bila didesak lebih jauh, Andik menegaskan bahwa dirinya sedang belajar untuk itu.
Menurut Fatimah, sebelum menikah, Andik adalah penganut Nasrani taat. Semua anggota keluarganya juga demikian. Makanya, rencana pernikahan Fatimah vs Andik yang berbeda keyakinan tidak berjalan lancar. Masing-masing tidak mau melepas agama mereka.
Di sisi lain, Fatimah dan Andik ngotot tidak mau dipisahkan apa pun yang terjadi. Mereka bahkan mengaku akan menjalani pernikahan di luar negeri karena di sana pernikahan beda agama diperbolehkan.
Fatimah yang saat itu pengetahuan agamanya masih nul puthul manut-manut saja terhadap pandangan Andik. Yang jelas, keluarganya bersikeras mereka tidak akan merestui pernikahan Fatimah vs Andik apabila masing-masing bertahan pada keyakinan mereka.
Hal ini selalu disampaikan Fatimah kepada Andik. “Jujur saja waktu itu cintaku kepada Andik sangat besar. Aku merasa tidak bakalan bisa meneruskan hidup tanpa dia,” kata Fatimah.
Sampai suatu saat kejutan itu datang. Andik bersama kedua orang tuanya muncul di rumah Fatimah. Untuk melamar. Di tengah perbincangan kedua keluarga, ayah Andik menyatakan bahwa pihaknya akhirnya mengaku menyerah kepada kemauan anak-anak.
Artinya, mereka menyerahkan sepenuhnya kepada Andik agar bisa menikah vs Fatimah. Kalau memang Andik harus mengganti keyakinan, mereka tidak lagi keberatan. Agama adalah tanggung jawab individu setiap orang, dan Andik sudah dewasa untuk menentukan pilihan itu. Itu alasannya.
Setelah pertemuan, rencana pernikahan dimatangkan. Tetek bengek dipersiapkan. Termasuk, prosesi pengikraran Andik menjadi mualaf. Sebenarnya keluarga Fatimah menyarankan hal itu dilakukan jauh hari sebelumnya di Masjid Al-Falah atau Al-Akbar.
Tapi, Andik bersikeras pengucapan syahadad dia lakukan tet sesaat menjelang akad nikah. Agar lebih berkesan, begitu alasan Andik. Semua pihak setuju. (bersambung)