Wartawan Bisa Masuk Surga?

Selasa 21-07-2020,17:01 WIB
Reporter : Agus Supriyadi
Editor : Agus Supriyadi

"Bener ya Pak, bad news is good news?" kata penanya dalam pelatihan jurnalistik yang kerap saya hadiri. Atau ini: "Anjing menggigit orang itu bukan berita ya Pak?" tanya yang lain. Menurut persepsinya, berita itu harus: "orang menggigit anjing." Benarkah begitu? Menurut saya tidak. Alangkah menakutkannya profesi ini jika yang diberitakan selalu bad news. Jika yang dijual hanya bad news terus, mungkin sulit bagi wartawan untuk masuk surga. Hanya memberitakan sisi buruk pihak lain. Tugasnya hanya hunting sisi buruk seseorang atau sebuah institusi. Bisa dibayangkan bagaimana wajah medianya? Hitam, muram, ngeri, teror. Sungguh bikin orang cemas, menakutkan. Nyatanya tidak (atau tepatnya) tidak selalu. Liverpool juara liga Inggris juga diliput besar-besaran. Real Madrid juara liga spanyol juga mendapat liputan besar. Bu Risma bertemu dr Andani dari Universitas Andalas, yang punya harapan besar mengatasi covid di Surabaya, juga dapat liputan. Ketiganya adalah good news. Berarti good news bisa juga berasal dari good news. Wartawan/media yang fair tentu memberitakan keduanya. Jika baik diberitakan baik, jika buruk diberitakan buruk. Jika dibolak-balik, pasti ada pertanyaan besar dari pembacanya. Media ini tidak fair, tidak both side coverage. Media ini murahan, beritanya bisa dibeli, tidak sesuai dengan kenyataan. Jika Anda menemui jurnalistik model begini, tidak usah resah, sebab dia akan mati sendiri. Dihukum oleh pembacanya sendiri, berhenti beli atau langganan. Bahkan, mungkin, baca gratisan saja tidak mau. Tak mau otaknya kemasukan (maaf) "sampah". Mengapa membahas surga dan neraka? Mumpung dapat momennya. Istilah jurnalistiknya mumpung dapat newspeg. Empat hari ini kita banyak bahas kematian. Triggernya meninggalnya adinda tercinta mantan Pimred JP Mas Abror, Mas Hadi Mustofa Djuraid, mantan wartawan senior Republika, yang meninggal akibat serangan jantung saat bersepedaan yang jalannya menanjak, Jumat lalu. Seharian penuh, ucapan bela sungkawa membanjiri di WAG Cowas (seduluran Konco Lawas eks JP Group). Lalu, banyak tulisan yang menyertainya. Dari Mas Abror sendiri, Bos Dahlan Iskan, dan dari teman-teman lainnya. Bahkan, tulisan Mas Abror dan tulisan "Meninggal Olahraga" Abah DI tayang di mana-mana. Saya juga menangkap momen itu untuk menulis "Diskusi Kematian dengan Anak-Anak" (seri ke-53). Kebetulan Jumat itu, semua anak-anak work from home di rumah orang tuanya. Saya katakan bahwa saya juga ada penyakit jantung, namanya atrial fibrilasi, irama jantung tidak normal, yang menurut Prof Djoko Sumantri, guru besar jantung FK Unair yang saya konsuli, bisa mengakibatkan gagal jantung, kematian, atau stroke. Kebetulan, saya juga gemar olahraga senam tiap hari. Pesan saya menulis topik kematian ini: please be ready (mentally) jika ada panggilan mendadak dariNya sewaktu-waktu seperti Omnya dulu. Tak hanya itu, di tengah momen duka ini, lantas Suhu --panggilan untuk Mas Slamet Oerip Pribadi, senior kami-- membuat daftar "The JP Obituaries List" yang sudah terkumpul 125 orang hingga sore kemarin. Nah, dari daftar itulah lantas teman-teman berinisiatif kirim doa untuk para "pendahulu" yang sudah terlaksana dengan lancar tadi malam. Jadi, bisakah wartawan masuk surga? Ha..ha..tanya Allah, pemiliknya. Menurut clue di kitab sucinya, bisa. Bahkan, wartawan bisa tergolong umat terbaik, kaum terbaik, profesi terbaik, jika comply atau inline dengan kitab sucinya. Yaitu, jika "menginspirasi orang untuk berbuat makruf (kebaikan) dan mencegah orang berbuat mungkar (maksiat). Kuntum khoiro ummatin uhrijat linnasi ta'muruna bil ma'ruf watanhauna 'anil munkar...(kamu adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyeru pada kebaikan, dan mencegah keburukan...Al Imron 110). Bagaimana caranya? Bil hikmah wal mau'idhatil hasanah, wajadilhum billati hiya ahsan: dengan cara bijaksana (bukan menakutkan), dan pengajaran (tulisan) yang baik dan berdebatlah dengan mereka juga dengan cara yang baik-- An-Nahl 125. Jadi bad news is good news hanya porsi kecil saja dari kandungan seluruh "rukun iman jurnalistik". Masih banyak content lainnya: harus mengandung unsur baru, prominence figure (ketenaran), trend, unik, eksklusif, proximity (kedekatan), magnitude, angle lain, dramatik, kontroversial, dan human interest. Jadi, profesi wartawan, menurut saya, sangat mulia. Tinggal kita, mau memilih yang mana: jurusan surga atau neraka? Keduanya sudah jelas kriterianya. Salam! Ali Murtadlo, Kabar Gembira Indonesia (KGI)

Tags :
Kategori :

Terkait