Gara-Gara Padel: Pilihan yang Sulit (3)

Kamis 25-12-2025,15:10 WIB
Reporter : Anis Tiana Pottag
Editor : Muhammad Ridho

Bulan duduk sendirian di kamar, di depan laptop yang sejak dua jam lalu masih terbuka pada halaman kosong. Seharusnya dia menyiapkan laporan kerja, tapi pikirannya melayang entah ke mana. Suara anak-anak dari ruang tengah seperti gema dari dunia lain. Hatinya dipenuhi rasa asing: kecewa, letih, dan kosong.

Sementara itu, Bintang sedang berada di lapangan padel. Tapi malam ini berbeda. Dira tidak datang. Entah kenapa, bahkan senyum dan teriakan semangat dari teman-teman padel lain pun tidak mampu mengangkat semangatnya.


Mini Kidi--

Di sela waktu istirahat, Bintang membuka galeri ponselnya. Foto anak-anak tertawa, video ulang tahun terakhir di rumah, dan potret Bulan dengan celemek berlumur tepung, membuat kue kesukaan mereka. Semua itu terasa jauh. Ia sadar, kesibukannya selama ini bukan hanya menjauhkan dirinya dari rumah, tapi juga dari dirinya sendiri.

“Aku cuma pengen istirahat di rumah. Tapi di rumah kok rasanya… aku kayak asing,” gumam Bintang sambil menatap langit malam.

Kepalanya dipenuhi suara Dira yang hangat, dan wajah Bulan yang dingin tapi penuh luka.

BACA JUGA:Gara-Gara Padel: Hobby Baru yang Menyita Waktu (1)

Malam itu, setelah pulang lebih awal dari biasanya, Bintang mendapati rumah sudah gelap. Hanya ada lampu kecil menyala di sudut ruang keluarga. Di atas meja makan, ada sepiring nasi goreng dingin dan sepucuk surat.

“Aku lelah mencoba bertahan sendiri, menambal pernikahan yang hanya aku perjuangkan. Aku bukan musuh hobimu, tapi aku jadi korban dari keasyikanmu. Kalau kamu merasa lebih nyaman di luar rumah, maka jangan paksa aku terus diam di dalamnya. Aku butuh suami, bukan sekadar teman serumah. Tapi sebelum semuanya terlambat, tolong pilih: pulang atau terus pergi.”

– Bulan

Bintang terduduk. Ia membaca surat itu berulang kali. Tak ada emosi marah di sana, hanya kelelahan yang jujur.

Esok paginya, Bintang mengantar anak-anak sekolah. Untuk pertama kalinya dalam beberapa bulan, ia melakukannya sendiri. Di sepanjang jalan, anak-anak antusias bercerita tentang kegiatan sekolah, dan sesekali memanggil, “Ayah, liat deh!” Tapi mata Bintang berkaca-kaca. Ia menyadari, terlalu banyak momen yang sudah ia lewatkan.

BACA JUGA:Gara-Gara Padel: Makin Intens dengan Teman Main (2)

Pulang ke rumah, ia menemukan Bulan duduk di teras. Tak ada senyum, tapi juga tak ada amarah. Hanya tatapan lelah yang menunggu jawaban.

Bintang menarik napas panjang.

Kategori :