Memperhatikan Pasal 73 Anggaran Rumah Tangga. Forum Permusyawaratan tertinggi di NU ini membahas laporan pertanggungjawaban PBNU secara tertulis, AD/ART, Program Kerja selama 5 tahun ke depan, hukum atas masalah keagamaan dan kemasyarakatan, rekomendasi Perkumpulan, Ahlul Halli wal 'Aqdi, dan memilih Ketua Umum PBNU yang baru. Harapannya, terjadi kepemimpinan yang definitif dan legitimate.
Malam kian larut. Kopi yang tersuguh tinggal satu tegukan. Para tamu pada berpamitan. Santri Al-Tsaqafah mulai terlelap setelah seharian berakfitas. Tinggal abdi dalem yang tersisa. Buya Said memberikan kode. Pertanda, perbincangan soal NU ke depan hendak diakhiri. Penulis menatap wajah kolega GMPK yang mem-bersamai. Sama. Mengisyaratkan pamit undur diri.
"Buya. Kami berterima kasih sudah diterima sowan. Berdiskusi panjang tentang NU yang modern dan maju," ungkap penulis padanya. Akhirnya, berjabat tangan dan membalikkan badan. Bergegas meninggalkan Pesantren. Kembali ke Jakarta Pusat.
Dalam perjalanan, penulis bergumam pelan. Secara filsafat, sengketa kepengurusan PBNU, meskipun tampak merugikan para anggota dan Jam'iyyah Nahdlatul Ulama (NU), memberikan hikmah yang mendalam. Pertama, pentingnya struktur dan aturan yang menuntut adanya refleksi konstitusi yang kuat dan adil. Kedua, hakikat kekuasaan yang memantik pertanyaan etis.
Kepemimpinan yang tegak lurus (i'tidal) dengan konstitusi versus kepemimpinan yang menguasai. Ketiga, ujian karakter yang menuntut kemampuan menahan diri saat tekanan meningkat akan mengkonfirmasi sifat asli seseorang.
Terakhir, proses dialektis, yang menurut Hegel, sengketa--tesis dan antitesis--bisa menjadi katalisator yang diperlukan untuk mencapai sintesis. Sistem kepengurusan yang lebih baik, lebih matang, dan inklusif. Penulis percaya, sekeras apapun perdebatan yang terjadi, jika sadar bahwa Hadratus Syekh Hasyim Asy'ari sudah empat pekan ini terlihat murung, mengelus dada dan sedih mendalam.
"Saya mendirikan NU untuk kemajuan bangsa dan negara. Jaga dan rawatlah umat. Jangan pernah bertanya, dapat apa dari NU. Sebaliknya, apa yang sudah diberikan pada NU. Nahdlatul Ulama itu kebangkitan atau pergerakan ulama. Bukan kemunduran atau kejatuhan ulama". Kegundahan itulah yang penulis bayangkan dari sang Pendiri NU di alam sana. Bukankah demikian, para warga NU? Wallahua'lam. (*)