Sidang di PN Tulungagung, Hasil Visum Meragukan Pengacara Sasongko Minta Kliennya Divonis Bebas

Senin 10-11-2025,17:49 WIB
Reporter : Firman Imansyah
Editor : Aris Setyoadji

ULUNGAGUNG, MEMORANDUM.CO.ID – Pengadilan Negeri Tulungagung kembali menyidangkan perkara dugaan pengeroyokan yang menyeret terdakwa bapak dan anak, Toni Karsiyo dan Muhammad Syaifudin alias Udin, warga Kecamatan Bandung, Senin 10 November 2025.

Keduanya diadili atas kasus dugaan pengeroyokan yang menjerat mereka hingga ke meja hijau. Dalam sidang tuntutan sebelumnya, keduanya dituntut pasal 170 KUHP dengan pidana 1 tahun 6 bulan penjara.

BACA JUGA:Sidang Keliling Mudahkan Warga Urus Permohonan, PN Tulungagung dan Pemkab Teken MoU

Sidang lanjutan dengan agenda pembacaan pembelaan terdakwa digelar di Ruang Cakra PN Tulungagung. Kuasa hukum keduanya, Sasongko dan Partner, menyampaikan pembelaan dengan menyoroti kejanggalan hasil visum.

Seusai sidang, Sasongko menegaskan ada hal tidak lazim dalam kasus tersebut karena terdapat dua visum definitif dengan hasil yang bertolak belakang.


Mini Kidi--

“Kita sampaikan soal visum ganda yang dilakukan dua kali pada kasus yang sama. Walaupun tidak dilarang, kalau ada dua visum definitif di kasus yang sama itu tidak elok,” ujarnya.

Ia menjelaskan, visum pertama dilakukan oleh saksi korban Supri Kurniawan, warga Kecamatan Boyolangu, pada 6 Desember 2024 pukul 23.00 WIB, sekitar satu jam setelah dugaan pengeroyokan terjadi.

Hasil visum pertama yang ditetapkan sebagai visum definitif menunjukkan hanya luka lecet pada tangan kiri saksi korban.

“Kasus ini dugaan tindakan kekerasan oleh Toni dan anaknya Udin. Dugaan kami, ini hanya jebakan saja. Karena saat kejadian 6 Desember 2024, saksi korban menyebut dianiaya, dibekap, dipukul kepalanya, rahangnya, lalu dipukul wajahnya tiga kali, namun disebut enam kali. Tapi ketika visum dilakukan pukul 23.10, tidak ditemukan luka sesuai kronologi, hanya lecet di lengan kiri,” urainya.

BACA JUGA:Rampok Kresek, Kampanye Pembatasan Pemakaian Plastik Sekali Pakai di CFD Tulungagung

Menurut Sasongko, visum kedua baru dilakukan pada Februari 2025 atau sekitar 60 hari setelah kejadian, sehingga hasilnya tidak dapat dijadikan acuan kuat.

Ia menambahkan, dokter yang melakukan visum kedua telah dimintai keterangan di persidangan dan mengakui hasil visum tersebut meragukan karena jarak waktu antara kejadian dan pemeriksaan terlalu lama.

Hal lain yang dianggap memperlemah perkara ini adalah keterangan dua saksi dari pihak korban yang disebutnya sebagai saksi pesanan. Keduanya tidak menyaksikan langsung kejadian, bahkan terdapat perbedaan keterangan antara di Berita Acara Pemeriksaan (BAP) dengan saat di persidangan.

BACA JUGA:Menteri Nusron Arahkan Transformasi Layanan Pertanahan Adaptif terhadap Tuntutan Generasi Muda

“Salah satu saksi di persidangan menyebut lokasi pengeroyokan di tengah jalan raya, padahal sebelumnya di halaman rumah saksi korban. Begitu juga soal pakaian yang dikenakan korban saat kejadian, tidak sesuai dengan barang bukti yang disita polisi,” ungkapnya.

Dengan berbagai kejanggalan tersebut, Sasongko berharap majelis hakim dapat mempertimbangkan fakta di persidangan secara objektif.

BACA JUGA:Sah, Daniel De Rozari Nakhodai Kejaksaan Negeri Tulungagung

“Kami meminta kasus yang meragukan seperti ini tidak dipaksakan. Saya yakin hakim punya nurani sehingga diputus seadil-adilnya,” pungkasnya.(fir/kin)

Kategori :