SURABAYA, MEMORANDUM.CO.ID - Pelaku kriminal jalanan selalu babak belur bila aksinya tepergok warga. Hal ini jadi sorotan. Pasalnya, masyarakat sipil bukanlah aparat penegak hukum (APH).
Seperti peristiwa pelaku pencurian motor (Curanmor), Kamis, 30 Oktober 2025, di Jalan Jojoran III, Gubeng. Aksinya tepergok warga. Dia sempat terbakar setelah dihajar massa.
BACA JUGA:Tak Terima Ditegur Saat Asyik Pesta Miras, Jemy Peno Hajar Andreas hingga Babak Belur
Mini Kidi--
Pakar Hukum Universitas Airlannga (Unair) Tis'at Afriandi, turut menyoroti fenomena tersebut. Menurutnya, main hakim sendiri adalah wujud masyarakat sudah geram dengan para bandit jalanan.
"Artinya, ada peristiwa pencurian yang berulang kemudian gak ada respons mungkin dari aparat penegak hukum," katanya, Jumat, 31 Oktober 2025.
BACA JUGA:Jemy Peno Dituntut 7 Bulan Penjara Gegara Hajar Korban Saat Pesta Miras di Resto Maem’uk
Hal tersebut yang menjadi salah satu faktor kenapa masyarakat melakukan main hakim sendiri. Mereka kurang puas dengan kinerja APH. Tapi secara prinsip hukum hal itu tidak diperbolehkan.
Yang boleh melakukan tindakan hukum tentunya APH. Karena mereka telah diberikan kewenangan oleh undang-undang. Sehingga, masyarakat dapat dijerat pidana bila melakukan aksi itu.
"Kalau ngomong main hakim sendiri kan gaboleh dilakukan. Kalau mengakibatkan luka berat, bisa bisa dijerat Pasal 170 ayat (2) KUHP, bisa 351 ayat (2)," lanjutnya.
Pasal 170 KUHP mengatur tentang pengeroyokan atau kekerasan secara bersama-sama, terhadap orang atau barang di muka umum.
Tindakan ini diancam dengan pidana penjara, dengan pemberatan sanksi jika kekerasan mengakibatkan luka-luka, luka berat, atau bahkan kematian.
BACA JUGA:Maling Motor Pasuruan Dihajar Massa Usai Tabrak Motor Parki
Bila korban tidak sampai cedera, pidana penjara maksimal lima tahun, mengakibatkan luka-luka maksimal tujuh tahun, luka berat maksimal sembilan tahun, atau menyebabkan kematian maksimal 12 tahun.