NGANJUK, MEMORANDUM.CO.ID - Program Makan Bergizi Gratis (MBG) di Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) Sonopatik, Kecamatan Berbek, menyisakan cerita getir di balik dapur umum. Para pekerja yang disebut relawan harus bekerja keras dengan upah harian kecil tanpa perlindungan jaminan sosial.
BACA JUGA:Polres Nganjuk Dukung Rekrutmen Karyawan SPPG, 72 Peserta Jalani Seleksi Ketat
Berdasarkan penelusuran, terdapat dua sistem penggajian di SPPG. Pertama, pekerja yang digaji langsung oleh Badan Gizi Nasional (BGN) Pusat, yaitu Kepala SPPG, Ahli Gizi, dan bagian Administrasi. Mereka menerima gaji sekitar Rp 6 juta per bulan, lengkap dengan fasilitas BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan.
Mini Kidi--
Berbeda dengan relawan dapur yang digaji melalui yayasan pengelola. Mereka hanya menerima upah Rp 50 ribu hingga Rp 150 ribu per hari, tergantung posisi kerja. Ironisnya, para relawan ini sama sekali tidak mendapat fasilitas BPJS.
Kepala SPPG Sonopatik, Munawir, menjelaskan bahwa upah tersebut telah disesuaikan dengan standar yang berlaku.
BACA JUGA:Kapolres Nganjuk Tinjau Pembangunan Dapur SPPG dan Sampaikan Imbauan Kamtibmas di Pace
“Gaji per hari Rp 50 ribu, itu sesuai standar,” katanya saat ditemui wartawan, Kamis 30 Oktober 2025.
Sesuai standar BGN, gaji relawan bagian produksi seharusnya Rp 100 ribu per hari, kepala koki Rp 150 ribu, sementara pencuci ompreng dan pengantar hanya Rp 50 ribu. Namun di dapur SPPG Sonopatik, angka tersebut bahkan lebih kecil.
“Untuk produksi hanya Rp 50 ribu sampai Rp 70 ribu per hari. Karena relawan terlalu banyak, sampai 50 orang bahkan lebih. Awalnya target 2.000 porsi, tapi yang disetujui hanya 1.000 porsi,” jelasnya.
Relawan rata-rata bekerja delapan jam sehari selama sekitar 20 hari dalam sebulan, dengan beban kerja mencakup memasak hingga mengantar makanan ke sekolah-sekolah.
Lebih memprihatinkan lagi, para relawan tidak memperoleh jaminan kesehatan maupun ketenagakerjaan. Menurut salah satu narasumber yang enggan disebutkan namanya (NR, 45), sulit bagi mereka mengalokasikan iuran BPJS karena sifat kerja yang tidak tetap.
“Relawan hari ini kerja, besok bisa keluar. Mereka juga tidak dikontrak tahunan. Jadi susah kalau harus bayar BPJS,” ujarnya.
Kondisi ini membuat para relawan bekerja tanpa perlindungan jika jatuh sakit atau mengalami kecelakaan kerja.
Meski gaji dan fasilitas menjadi sorotan, pihak dapur tetap berupaya menjalankan tugas dengan baik.