Benarkah Haji Khusus Mengambil Hak Kuota Haji Reguler?

Senin 13-10-2025,13:52 WIB
Reporter : Agus Supriyadi
Editor : Agus Supriyadi

Oleh : Ahmad Bajuri, M.Ag

 

Isu bahwa haji khusus mengambil kuota haji reguler kembali mengemuka. Seolah-olah Penyelenggara Ibadah Haji Khusus (PIHK) menikmati hak yang bukan miliknya. Namun, benarkah tuduhan itu berdasar hukum dan fakta lapangan? Mari kita telusuri secara jernih dan proporsional.

 

Landasan Hukum

 

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah (PHU) sebenarnya telah mengatur secara tegas bahwa kuota haji dibagi menjadi dua jenis: haji reguler dan haji khusus.

 

Dalam Pasal 8 dan Pasal 64 disebutkan bahwa 8 persen dari total kuota diberikan untuk haji khusus, sedangkan sisanya yang diasumsikan sekitar 92 persen diperuntukkan bagi kuota pokok atau haji reguler.

 

Dengan demikian, pembagian dasar 92:8 bukan sekadar kebiasaan, melainkan rambu hukum yang mengatur keseimbangan dua penyelenggaraan haji tersebut.

BACA JUGA:Uang Jemaah = Uang Negara?

 

Namun, ketika muncul tambahan kuota, maka mekanismenya berbeda. Diatur dalam Pasal 9 ayat (2) Undang-Undang yang sama, ditegaskan bahwa penetapan pembagian kuota tambahan merupakan kewenangan penuh Menteri Agama.

 

 Artinya, ketika Indonesia mendapatkan kuota ekstra dari Kerajaan Arab Saudi, menteri memiliki dasar hukum yang sah untuk menyesuaikan pembagian tersebut — baik sebagian untuk reguler, khusus, atau kombinasi keduanya — sesuai dengan situasi dan pertimbangan teknis di lapangan.

 

Kesepakatan Dua Negara

 

Keputusan Menteri Agama (KMA) Nomor 130 Tahun 2024 menyebut secara eksplisit bahwa kebijakan pembagian kuota tambahan berdasarkan kesepakatan antara Pemerintah Kerajaan Arab Saudi dan Republik Indonesia.

 

Frasa “berdasarkan kesepakatan” bukan sekadar formalitas hukum, melainkan hasil diplomasi panjang yang memperhitungkan keamanan, kenyamanan, dan keselamatan jemaah.

 

Di balik keputusan itu terdapat berbagai pertimbangan nyata: kondisi tenda di Mina yang sudah penuh sesak di zona 3, 4, dan 5, serta pengalaman pahit pada musim haji 2023 ketika kepadatan dan gangguan layanan menimbulkan keluhan besar. Dalam situasi tersebut, menambah kuota tanpa pembagian yang cermat justru berisiko tinggi bagi keselamatan jemaah.

 

Karena itu, kebijakan pembagian 50:50 antara haji reguler dan haji khusus untuk kuota tambahan bukan bentuk penyimpangan, tetapi langkah antisipatif dan solutif. Haji khusus yang memiliki kemampuan fasilitas dan layanan lebih baik membantu mengurai kepadatan, sekaligus menjaga stabilitas pelayanan keseluruhan.

 

Ribut Pasca Haji

 

Publik mungkin perlu tahu: setiap pembiayaan tambahan dalam penyelenggaraan haji, termasuk yang dananya bersumber dari Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH), wajib mendapat rekomendasi Komisi VIII DPR RI. Dengan kata lain, DPR pasti mengetahui pembagian kuota tambahan tersebut sebelum keberangkatan.

Kategori :