JOMBANG, MEMORANDUM.CO.ID - Kasus dugaan korupsi yang menyeret sejumlah nama di Kabupaten Jombang kian mendapat perhatian. Anggota Komisi A DPRD Jombang, Kartiyono, secara tegas menyoroti adanya indikasi kuat keterlibatan oknum Bank BRI dalam perkara tersebut. Ia menilai, pihak bank seharusnya tidak bisa begitu saja lepas tangan, sebab ada sejumlah kejanggalan dalam proses pencairan pinjaman yang menggunakan sertifikat milik korban.
Menurut Kartiyono, dugaan awal muncul karena adanya praktik top up pinjaman berulang kali, hingga terjadi perubahan nama peminjam dari suami ke istri pada salah satu korban. Kondisi ini menurutnya mustahil bisa terjadi tanpa sepengetahuan pihak bank.
BACA JUGA:Komisi B DPRD Jombang Evaluasi Kinerja Perumda Seger, Dorong Jadi Perseroan
Mini Kidi--
“Indikator persengkongkolan ini jelas terlihat. Ada saksi korban yang orang awam, lalu diperdaya oleh para pihak yang lebih memahami proses, termasuk diduga oknum bank. Jadi tidak mungkin pihak bank tidak tahu detail proses ini,” ujarnya, Kamis 2 Oktober 2025.
Politisi Komisi A DPRD Jombang itu juga menyebut sejumlah nama yang diduga terlibat, antara lain Gus Mahfud, Suliyadi, serta oknum dari pihak Bank BRI. Ia menduga proses tersebut merupakan bagian dari rekayasa untuk memanfaatkan keterbatasan pengetahuan korban, sehingga pemilik sertifikat tidak sepenuhnya memahami risiko yang menimpanya.
BACA JUGA:DPRD Jombang Bahas Raperda Smart City, Fokus Integrasi Layanan Publik
Lebih lanjut, Kartiyono menegaskan bahwa aparatur penegak hukum (APH) harus bersikap profesional, cermat, dan berhati-hati dalam proses pengumpulan bahan keterangan (pulbaket). Menurutnya, jika tidak dilakukan secara serius, justru bisa terjadi kesalahan fatal yang akan mengorbankan pihak lemah.
“APH harus benar-benar pada posisi yang profesional. Jangan sampai ada kekeliruan fatal yang mengorbankan pihak lemah. Kasus ini menyangkut keadilan, dan kita tidak ingin korban yang sebenarnya justru menjadi pihak yang paling dirugikan,” tambahnya.
Ia juga menyinggung fenomena serupa yang kerap terjadi di lembaga keuangan lain. Praktik penggunaan dokumen hak milik hanya sebagai formalitas nama pemilik sering dijadikan modus untuk mengakses dana, sementara yang benar-benar memanfaatkan uang adalah pihak lain.
BACA JUGA:Serapan APBD Masih 62 Persen, DPRD Jombang Minta Evaluasi
“Hal-hal seperti ini sesungguhnya sering terjadi. Pemilik sertifikat atau dokumen hak milik hanya dipinjam namanya, sementara pihak lain yang menggunakan uang. Dan itu biasanya diketahui oleh lembaga pinjaman. Jadi, profesionalitas oknum bank jelas patut dipertanyakan,” tegasnya.
Kartiyono menegaskan, Bank tidak bisa cuci tangan begitu saja dalam persoalan ini. Sebagai lembaga resmi yang mengelola keuangan masyarakat. “Pihak bank memiliki tanggung jawab besar untuk memastikan seluruh proses pinjaman sesuai aturan, transparan, dan tidak dimanfaatkan oleh pihak-pihak tertentu untuk kepentingan pribadi,” pungkasnya.(war)