SURABAYA, MEMORANDUM.CO.ID – pembagian Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT) belum menunjukkan rasa berkeadilan. Terutama bagi daerah penyumbang.
Idealnya, Provinsi Jawa Timur menerima DBHCHT sebesar 5% dari total penerimaan cukai dari Jatim pada tahun 2025 yang ditarget sebesar Rp 138,46 triliun.
Anggota Fraksi PDI Perjuangan DPRD Jatim, Agus Wicaksono, menilai, distribusi pendapatan dari sektor rokok, khususnya cukai sangat tidak proporsional. “Padahal, Jawa Timur merupakan kontributor terbesar penerimaan cukai hasil tembakau nasional,” sebut Agus Wicaksono.
BACA JUGA:Gunakan DBHCHT, DTPHP Malang Bagikan Alsintan untuk Petani Tembakau
Mini Kidi--
Karena itu, Fraksi PDI Perjuangan DPRD Jawa Timur mendorong adanya revisi pembagian Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT) yang lebih berkeadilan. Mengingat beban pembiayaan daerah terus meningkat. Sementara porsi transfer dari pusat cenderung stagnan, bahkan menurun sejak diberlakukannya Undang-Undang No. 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.
“Jatim ini menyumbang lebih dari 100 triliun rupiah untuk penerimaan cukai hasil tembakau secara nasional,” tandas dia.
Lanjut Agus Wicaksono, tapi yang dikembalikan ke daerah dalam bentuk Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau sangat kecil. “Bisa dibilang sangat timpang. Ini bukan hanya soal fiskal, tapi juga soal keadilan bagi daerah penghasil,” ujar Agus.
BACA JUGA:Kepala Disnaker Lumajang Tekankan Alokasi Rp 1,9 Miliar DBHCHT untuk Kelompok Rentan
Wakil Ketua Komisi C DPRD Jawa Timur tersebut menjelaskan, sejak diberlakukannya UU No. 1 Tahun 2022, pajak kendaraan bermotor tidak lagi menjadi bagian total kewenangan provinsi. Distribusi dana yang sebelumnya bisa digunakan untuk memperkuat PAD menjadi terbatas.
Sesuai aturan baru, provinsi hanya menerima 36 persen, sementara 64 persen masuk ke kabupaten/kota. Hal ini membuat ruang fiskal provinsi menjadi semakin sempit.
Data dari Bea Cukai mencatat bahwa penerimaan negara dari cukai hasil tembakau tahun 2024 mencapai lebih dari Rp 220 triliun, dan lebih dari 60 % di antaranya atau setara Rp 132 triliun, berasal dari pabrik-pabrik rokok di Jawa Timur. Terutama dari kawasan Kediri, Malang, Pasuruan, Sidoarjo, dan Surabaya.
BACA JUGA:Gunakan DBHCHT, Disperindag Kabupaten Malang Gelar Pelatihan Tenaga Linting Rokok
Namun, dari besarnya kontribusi tersebut, daerah hanya menerima pengembalian dalam bentuk DBHCHT sekitar Rp 3,2 triliun untuk seluruh Jatim—jauh dari jumlah yang layak jika disesuaikan dengan porsi kontribusi produksi. Jumlah pengembalian DBHCHT tersebut tak sampai 3%.
Di sisi lain, beban yang ditanggung daerah akibat industri rokok cukup besar. Mulai dari pembiayaan kesehatan, pengawasan peredaran rokok ilegal, hingga pengendalian dampak sosial.